Zahara Putri

Penulis fiksi dan non fiksi. Menggoreskan karya dalam tulisan, agar dibaca banyak orang dan bermanfaat.

Followers

Technology

Catatan

Thursday 15 December 2011

Harapan Masa Kecil

No comments :

Zahara punya sebuah harapan dalam hidup.....
Ketika dulu di masa kecil, aku selalu suka menyendiri. Pada saat teman-temanku bermain, aku lebih memilih untuk membaca buku cerita, pada saat teman-temanku lagi berkumpul dengan teman-temannya aku lebih memilih untuk sendiri.
Mungkin aku seorang yang penyendiri dan tertutup, tapi di dalam semua kesendirianku tersimpan banyak harapan-harapan dalam kehidupan.Harapan untuk keluarga, harapan untuk pendidikan, harapan untuk cinta dan harapan untuk sebuah kesuksesan.Tak kuungkapan kepada siapapun tentang harapan besarku, tak kukatakan kepada siapapun tentang impian dan cita-citaku, hanya dalam doa aku selalu berharap semoga suatu saat nanti Allah akan mengabulkan atas semua doa. Aku tidak ingin berdiam diri untuk wujudkan semua. Aku selalu berusaha untuk iktiyar, ternyata jalan itu tak mudah tak semulus yang kubayangkan, banyak hinaan, banyak cacian dan banyak rasa sakit, ujian untuk menggapai kesuksesan dan mencapai sebuah harapan ternyata sulit.....
Aku selalu berkhayal akan sebuah harapan, kapan itu akan kugapai? kulihat beberapa contoh orang sukses? kapan aku akan segera menyusul mereka? kulihat beberapa pecinta yang bahagia, kapan aku kan temukan kebahagian? dan kulihat keharmonisan keluarga, kapan kan ku menjadi anak yang dibanggakan keluarga dan begitu dekat dengan keluarga?
Aku sangat mengagumi seorang penyair yang legendaris Kahlil Gibran, namanya selalu tertulis dan selalu terkenang disepanjang masa, suatu saat aku ingin namaku dan karyaku akan dikenal oleh siapapun ketika aku telah tiada. Selalu dikenang orang....Mungkin aku bukan seorang yang begitu hebat, tapi setidaknya aku ingin menjadi seorang yang berarti dan selalu dikenang.....Aku tak ingin hidup ini sia-sia, aku ingin hidup yang sebentar ini penuh dengan makna dan punya arti!
Harapan zee bukan harapan yang muluk-muluk tapi sebuah harapan dalam doa untuk diwujudkan....

MAUT YANG MENYAPA

No comments :
Saat pintu langit terbuka di senja yang suram dan kelabu, yang nampak hanya kegelapan yang terus menyelubung. Kupu-kupu dan burung yang biasanya beterbangan dengan riang di pagi hari, kini hanya bisa tersembunyi dalam raut ketakutan, bahkan... PELANGI yang biasanya mewarnai hari dan menebarkan sinar indahnya tak mau nampak di pagi yang suram dan buram. RINDU ... hembusan kerinduan dari malaikat maut menyapa jiwa-jiwa anak manusia. Sesosok anak manusia meringkuk dalam ketakutan, ia menggigil tak berperi, hanya yang terdengar gemeretak gigi yang terus bertaluan. Wajah CERIA dirinya kini luruh dan menyusup. Ia hanya bisa bersembunyi dalam ketakutan. KERLINGAN mata sang malaikat membuat ia semakin tersudut dan meronta di dalam jeritan, kemudian ia terhempas di kesunyian yang tak bertepi. Wush ... Wush ... angin dingin berhembus menerpa wajahnya dengan ditemani oleh sejuta ketakutan yang terus mengiring. Wajahnya menjadi pusat pasi, terkadang PINK lalu menjadi putih dan lingkaran hitam menutup matanya. Tak ada setitik wajah BAHAGIA untuk dirinya, hanya takut, kesedihan, lalu mengalir sejuta penyesalan dan air mata. Langit hatinya tak lagi berwarna BIRU MUDA tapi berubah menjadi hitam, gelap dan terus tertutup. Sang malaikat hanya TERTAWA melihat ketakutan yang terus mendera anak manusia. Kenapa ia harus takut jika seandainya ia punya Iman? Kenapa ia harus takut jika ia punya Tuhan? Dan kenapa harus takut jika ia punya pegangan untuk akhiratnya?! Bagai bunga DANDELION, nyawapun berangsur luruh beterbangan, Sakit ... Menjerit ...dan terus meronta ... Sudah! Sudah berakhirlah nyawa anak manusia yang tak punya kekuatan iman, yang sepanjang hidupnya selalu lalai dan menjauhi Tuhannya. Penyesalan di ujung kematian yang tiada berarti... Setelah nyawa telah meregang langitpun menjadi cerah, kupu-kupu dan burung akhirnya muncul dari persembunyiannya dan mulai tertawa RIANG. Adalah sebuah harapan untuk jiwa manusia yang berhati BENING, jika ia mempunyai kekuatan iman dan Taqwa tentu ia akan mempersiapkan diri ketika malaikat maut menyapa. Kelak sang malaikat akan TERSENYUM MANIS ketika mencabut nyawa manusia yang soleh.

RESAHKU MENJAJAKI SESAH

No comments :

RESAHKU MENJAJAKI SESAH

Lembayung senja meradang di tepian


Merayuku di angin sepoi tak tuah
Aku terdampar di perantauan
Aku terlempar di kutub tropis

Bila masaku habis
 Aku kembali terkikis kejamnya zaman
Bila waktuku ternyata menyambut
Aku tersenyum tuk tepiskan kebekuan

Aku berlari di tepi haluan
Kudamparkan perahu yang tak bertuan
Kuhantamkan batu karang yang mengganas
Kusisiri pantai dengan aroma penyengat

Senyapku menyepi
Sendiriku terdampar
Hingarku menjerit
Resahku menjajaki sesak

By: Zahara Putri

Cerpen: Belantara Sesat

No comments :

BELANTARA SESAT
By : 11 Cermin
(Team 11)

Hidupku bagai belantara yang sangat sesat, teramat ramai dan menyesakkan, namun serasa tandus dan sepi. Kenapa aku harus merasakan kesepian di tengah keramaian? Kenapa aku menjadi terasing diantara lalu lalang orang di sekitar.  Kenapa?!
Pertengkaran demi pertengkaran kedua orang tuaku mewarnai hari-hari.   Aku mulai muak dengan keadaan di rumah. Tak bisa kutemukan lagi kedamaian disini. Tak ada ketenangan!
Kuambil tas ransel.  Kuputuskan untuk pergi meninggalkan rumah ini.  Bagiku sudah seperti neraka! Tak kupedulikan kegaduhan yang masih terjadi di ruangan tengah.  Aku lewati begitu saja.  Ayah ternyata menangkap basah aksiku. Pertengkaran terhenti. Aku pun mendadak menjadi pusat perhatian.  Mereka lalu memberondongiku dengan pertanyaan.
     “Abel, kamu mau kemana?”
     “Apakah ayah memperdulikannya?!”
     “Abel kamu mau pergi kemana?!” tanya ibu
     “Yang pasti meninggalkan rumah yang seperti neraka ini!” kutatap sinis mereka
     “Jaga bicaramu!” teriak ayah
     “Bukankah begitu adanya?! Jangan pernah mencegahku karena bagaimanapun aku akan tetap pergi.”
     “Kau memang benar-benar anak yang….” Ayah menatapku penuh amarah
     “Apa? Anak yang tidak patuh? Suka melawan?” aku menatap ayah penuh dengan pertentangan
     “Abel! Apa kau tidak bisa mendengarkan apa yang dikatakan orang tua?!”
     “Udah deh, Ayah, aku muak dengan semua, sebelum Ayah menasehatiku sebaiknya mengaca dulu apakah kalian orang tua yang patut dicontoh?!!”
     “KAMU…” ayah hendak menamparku, tapi ia urungkan niatnya
Kulangkahkan kaki meninggalkan rumah yang tak pernah ada lagi ketenangan.  Kubiarkan ibu yang terus memanggil dan ayah yang masih marah.  Aku sangat tak peduli! Untuk apa aku bertahan?  Rumah ini tak lagi bisa membuatku bahagia. Orang tua tak lagi memperdulikan aku. Mereka terlalu disibukkan dengan pertengkaran-pertengkaran. Mereka sibuk sendiri. Anaknya terlantar merekapun takkan peduli. Jadi untuk apa? Mereka tak peduli maka aku pun lebih tak peduli.
* * *
Aku berjalan bersama Arin memasuki ruangan yang cukup pengap. Kutatap sekeliling. Muda-mudi bebas melakukan apa yang mereka mau. Disinilah seharusnya aku berada, bebas tanpa adanya aturan, tekanan dan paksaan.  Di tempat ini orang tuaku takkan lagi mampu memantau. Aku bebas bersama dengan teman-teman.
     “Lo yakin mau tinggal disini, Bel?” tanya Arin
     “Yoi!” aku tersenyum puas
     “Kalo gitu lo tidur sama gue aja, Bel” tiba-tiba Anton memotong pembicaraanku dengan Arin
     “Brengsek lo!” aku timbuk dia dengan kepalan tanganku di lengannya
     “Ni buat lo, gratis! Sambutan dari gue.” Anton memberikan serbuk ganja kepadaku
     “Gak deh makasih.” aku menepisnya
     “Dengan ini kita bisa ngefly, segala beban akan hilang, coba deh?!”
     “Udah deh gak usah maksa, sini buat gue aja!” Arin merebut barang haram itu
Arin mengajakku meletakkan tas rangsel ke dalam.  Disimpannya barang tersebut di dalam sakunya. Anton merasa tidak terima hadiah untukku diambil Arin. Aku hanya bisa menatap lekat Arin tapi tak mampu berbuat apa-apa.
Arin adalah sahabatku.  Dia sangat baik dan perhatian. Sosok gadis yang berjiwa bebas. Dia menghabiskan sebagian waktu hidupnya di markas ini. Dia mungkin sepertiku, kecewa dengan hidupnya dan marah kepada Tuhan. Semenjak ayahnya masuk penjara karena menjadi pengedar narkoba dan ibunya pergi dengan lelaki lain serta tak menganggap Arin sebagai anaknya lagi. Sesekali dia menggunakan narkoba sebagai tempat pelampiasan kesedihannya.
Markas ini adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang sakit hati.  Mencari kebahagiaan dan kebebasan. Laki-laki dan perempuan berkumpul jadi satu,  tak ada aturan yang mengikat, tak mengenal adanya batasan dan larangan. Sesuai dengan namanya, yaitu Belantara Sesat.  Ini adalah markas rahasia kami.  Disini kami bisa menemukan kebahagiaan. Kuatnya persahabatan yang terjalin diantara mereka menjadikan aku semakin memantapkan diri untuk tinggal disini. Aku ingin menemukan kebahagiaan.  Aku ingin hidup bebas!
* * *
Yang tinggal di markas ini memang tidak selalu sama jumlahnya.  Datang dan pergi.  Kebebasan seolah menjadi dewa disini.  Terkadang tanpa mengenal tempat dan basa-basi.  Suatu hari aku menangkap basah pasangan tanpa legalisasi mereguk kenikmatan surgawi.
Aku hanya bisa membeku.  Perempuan tanpa selembar benang yang sedang bergumul dengan pria ceking itu amat aku kenal.  Aku pun merasa tertampar dan risih.  Bergegas kulangkahkan kaki menjauh dari zona maksiat itu. Akhirnya, terdudukku di sofa sudut untuk meredam buncahan rasa malu setelah melihat adegan yang tanpa sensor.  Seluruh persendianku serasa lumpuh.  Bibirku bergerak berucap istighfar.  Ajaib!   Rasanya sudah lama kata itu menguap dari lidahku.  Tertimbun oleh muntahan amarah.
     “Napa lo?”  Tiba-tiba Anton sudah duduk disampingku
Tak kan aku ceritakan siaran pandangan mata tadi. Anton bukanlah orang yang tepat untuk berbagi resahku.
      “I’m fine..” jawabku sambil berusaha mengulas sebuah senyum
Dahi Anton berkerut.  Aku hanya berharap dia tak bertanya apa-apa lagi.
      “Okelah kalo begitu.” katanya sambil menghisap dalam-dalam sebatang rokok di bibirnya.
Meski kepulan asapnya membuatku sesak nafas, tapi aku merasa lega. Terbebas dari jerat pertanyaannya.
      “Arin mana?”
Mampus!  Haruskah aku beritahu di mana Arin? 
      “Napa sih lo?  Arin mana?”
      “G..Gue belum ketemu sama Arin..” kataku berbohong
      “Belum ketemu? Emang darimana aja lo?” tanya Anton tanpa memandangku
      “Tadi beli makan di warung ujung jalan itu.” jawabku sekenanya
      “Oh ..tumben lo beli makan sendiri, biasanya sama Arin.”
      “Maag gue nggak kenal kompromi, kebetulan Arin juga belum lapar, jadi gue makan sendiri.”
      “Owh.., gue ngantuk, pengen molor, mau ikut nggak?” tanyanya
Aku hanya menggeleng.  Anton mengangkat kedua bahunya dan berjalan terseok menuju kamar  paling ujung.  Waduh!  Bukannya kamar itu…Brakk!  Terdengar daun pintu dibanting agak keras.  Tampak seorang pria ceking keluar dari kamar, hampir menabrak Anton.  Keduanya bertatapan sejenak. 
      “Habis ngapain lo?” tanya Anton pada pria ceking itu
Pria ceking itu tersenyum, lalu membisikkan sesuatu di telinga Anton.  Mata Anton terbelalak.
      “Gila lo ya, gak ajak-ajak.” Kata Anton sambil meninju lengan pria itu
      “Ambil jatah lo, dia masih on fire tuh.” jawabnya
Suara tawa licik keduanya lalu memenuhi markas ini. Toss yang terjadi diantara mereka tanda sebuah kesepakatan.  Pria ceking itu lalu meninggalkan Anton dan melintas di hadapanku dengan ekspresi penuh kepuasan dan kemenangan.  Sedetik kemudian, Anton memasuki kamar dan menutup pintunya rapat-rapat.  Aku tak berani membayangkan apa yang terjadi di kamar itu.
* * *
      “Bel…” seseorang mengguncang-guncang tubuhku
Aku membuka kelopak mataku dengan susah payah.  Sisa kantuk masih menggelayuti.  Tampak olehku Arin dengan wajah segar.  Rambutnya masih dibalut handuk.  Aroma sabun dan shampoo menyergap indera penciumanku.
      “Lo udah makan Bel?” tanyanya sambil memoles wajahnya dengan bedak tabur
Aku mengangguk.
      “Malam ini, gue sama Anton temenin lo ke Paradise, biar aman.”  katanya kemudian
Begitulah Arin yang kukenal.  Selalu perhatian, meski sebenarnya dia juga rapuh. Dia bisa sekuat Xena jika ada yang mengusik temannya. Scene tak layak sensor yang aku lihat tadi siang hanyalah shcok terapi belaka.  Dia tetap sahabat terbaikku. Tiap orang punya alasan dalam melakukan sesuatu, meski hal terburuk sekalipun!
* * *
     Adzan subuh mengiringi kepulanganku dari Paradise bersama Arin dan Anton.  Setelah mengganti pakaiannya, mereka langsung terlelap.  Aku belum bisa memejamkan mata.  Tiba-tiba aku teringat ayah dan ibu.  Hmm, masihkah mereka melewati 60 hari ini dengan pertengkaran?  Atau malah sudah jatuh talak?  Apakah mereka mencariku? Entahlah!  Lebih baik kuturuti saja kantuk yang menuntunku dalam buaian mimpi.
* * *
    “Sayang, ayah bawa boneka nih.”
Tampak ayah membawa sebuah boneka di tangannya.  Aku bersiap-siap untuk menerimanya, tapi ayah hanya melewatiku.
     “Sayang, ibu masakin puding coklat nih..”
Ibu membawa senampan puding coklat.  Aku bergegas menyambutnya, tapi ibu malah menghampiri gadis kecil yang sekarang duduk di pangkuan ayah.  Huh, mereka memang sudah tidak menyayangiku lagi.  Mereka lebih peduli pada gadis kecil itu, siapa sih sebenarnya dia?  Merebut habis perhatian orang tuaku tanpa tersisa.   Ini tidak bisa dibiarkan!  Aku harus mencari jawab pada ibu dan ayah.  Aku percepat langkahku menghampiri ibu dan ayah yang masih sibuk menenangkan tangis gadis kecil itu.
     “Abel…” sapa mereka
Syukurlah masih mengingatku. Tapi mengapa mereka tidak mengalihkan pandangan sedetikpun dari gadis itu.  Aku seolah tak ada di hadapan mereka.
     “Cup…cup, Abel.”
Gadis kecil itu bernama Abel?  Aku cuma bisa meringis perih.  Bahkan namaku pun disematkan ke gadis kecil itu. Apa aku sudah tidak ada lagi di hati mereka?
     “Ayah, Ibu, aku masih ada..” teriakku pada mereka
Mereka tidak menggubrisku.   Masih sibuk saja dengan gadis kecil itu.  Sedetik kemudian, seorang pria tua bertongkat menghampiri mereka dan menggendong gadis kecil itu.  Keajaiban terjadi, tangis gadis kecil itu terhenti dan berganti dengan tawa lucunya.  Kelegaan membias di wajah ayah dan ibu.  Pria tua itu menatapku.  Gurat wajahnya mengingatkanku pada seseorang.  Oh My God, bukankah dia almarhum kakek? Kenapa ayah dan ibu masih tampak muda?  Apa gadis kecil itu aku? Tiba-tiba mereka lenyap dari pandangan.  Aku berteriak memanggil mereka, tapi mulutku serasa tersumpal.  Ada sesak yang menghimpit dada.  Saat membuka kelopak mata, hanya samar dan gelap yang kulihat.  Aku mencoba untuk bangun dari rebahku, tapi serasa ada yang menindihku. Desah nafas terdengar memburu di telingaku.  Aroma nikotin dan keringat mencuat. Astagfirullah!  Apa yang sedang terjadi?  Aku kumpulkan segala kekuatan. Bismillah!  Kudorong dengan kuat badan busuk yang menindihku. Badan itu terpental membentur tembok. 
Itu kan si ceking yang pernah berbagi jatah kenikmatan setan dengan Anton?
     “Sok suci lo!  Clubbing aja rajin, tapi diajak ke surga, nolak!”  dia mengumpat
     “Gue emang doyan clubbing, tapi gue cari hidup disana.” teriakku
     “Berarti lo cewek bispak kan?” tanyanya
Buliran bening menggenang di kelopakku.  Hinaan itu mengiris hatiku.
     “Tolong jaga ya bicaranya.  Gue emang berandal, doyan clubbing, tapi gue bukan bispak!”
     “Halah, munak lo!  Semua juga tahu, cewek di markas ini tuh bispak, nggak ada yang    bener!”
Amarah mulai merayapi kisi-kisi hatiku.  Aku harus bisa melewati kunyuk ini kalau mau menyelamatkan diri. Tapi bagaimana?  Ya Allah! Tolong aku…
      “Mau lari kemana lo?  Hari ini lo milik gue seutuhnya…” kata pria itu lalu tertawa menyeringai.
Tangan kotornya berusaha menggapai tubuhku.  Seperti serigala lapar menghadapi mangsanya.  Gila!  Aku terkepung di kamar ini. Ternyata aku lupa menguncinya sebelum terlelap tadi, seperti kebiasaanku.  Ya Allah! Tolong aku. Serigala itu berhasil menerkamku.  Membenamkan tubuh mungilku ke dalam dekapan beringasnya.  Aku meronta sebisanya.  Tak rela mahkotaku terenggut begitu saja.  Aku rela menukarnya dengan nyawa untuk mempertahankannya.  Aku terus berusaha menepis tangan kasarnya yang nakal. Aku menyebut asma Allah, berharap ada pertolongan dari-Nya.
     “Sayang, mari kita nikmati kebersamaan ini..”  dia berkata sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
      “Sayang..lo tampak cantik sekali hari ini…lo…”
Tiba-tiba pria itu terkulai lemah diatas tubuhku.  Tak bergerak sama sekali.  Pintu kamar terkuak.  Seberkas cahaya menerobos masuk, tampak olehku Anton dengan sepotong kayu di tangannya.
      “Lo gak apa-apa Bel?”  terdengar suara Arin mendekati tempatku berbaring.
Sedetik kemudian tubuh pria itu diangkat dan dilemparkan keluar dari jendela kamar oleh Anton.  Arin memberiku segelas air minum.
       “Bel, lebih baik lo pergi dari markas ini.” kata Arin
       “Tapi Rin,”
       “Bel, tempat ini nggak aman buat lo.  Disini kumpulannya orang-orang nggak bermoral.  Kita nggak mau lo jadi korban.”
        “Arin betul Bel.  Sebejat-bejatnya gue, nggak sampai hati Bel untuk ngerjain lo, karena gue tahu siapa lo.  Bagi gue, lo udah kayak adik gue sendiri. Demi kita bisa makan, lo ngamen di Paradise, sampai orang ngira lo cewek bispak.”
        “Anton dan aku sudah mencarikan tempat yang aman buat lo, Bel.”
        “Kita berangkat aja sekarang, sebelum yang lainnya sadar.  Gue sudah kasih obat tidur buat mereka biar nggak ngrecokin rencana kita.” kata Anton.
Aku peluk Arin.  Solidaritas yang selama ini belum pernah aku temui.  Dengan berat hati, aku meninggalkan markas dibantu Anton dan Arin.
***
           Rumah itu mungil dan sedikit berantakan. Sebuah pohon jati besar berdiri kokoh persis di samping halaman, seolah mengucapkan selamat datang. Pandanganku terhenti pada dedaunan kering yang menghiasi halaman. Angin kecil menerbangkan daun itu dan hinggap tepat di sepatu kets merahku. Aku mengambil dan mengamatinya. Mataku terasa hangat. Daun itu persis aku. Kering dan rapuh. Sedikit saja tersentuh api, maka semuanya dipastikan musnah. Dan yang tersisa tinggal abu ringan yang akan lenyap terbawa angin.
            “Aku tak mau seperti daun ini,” aku bergumam pelan.
            “Abel, ayo masuk.” suara Anton membuatku tersentak. Dengan sigap dia membuka pagar rumah. Arin masih sibuk dengan barang-barang bawaannya.
            “Gue…”
            “Ayolah.” Anton menyeret tanganku lembut. Aku terpaksa menurut. Rumah mungil ini milik kakek Anton. Seorang sederhana yang dulu sempat dibenci Anton. Dan Anton tak mau menerima segala bentuk warisan dari sang kakek. Tapi kali ini dengan sangat terpaksa, ia akan melanggar janjinya. Demi aku dan Arin.
            “Percaya deh, ini tempat yang paling aman buat lo.” Arin berkata pelan. Dia duduk di samping Anton.
            Tempat paling aman? Aku terdiam. Sebuah kamar mungil telah Anton bersihkan, khusus untukku. Sementara Arin menempati kamar paling ujung. Inikah yang sebenarnya kuinginkan? Kebebasan. Tapi…
* * *
            Aku mimpi bertemu kakek lagi. Pertemuan singkat itu terasa sangat panjang. Aku kangen pada sosoknya yang tampan dan berwibawa. Beliau datang berbicara tentang satu hal padaku: mengenai hidupku. Sudah lima tahun beliau wafat. Kakek…
Sepi. Aku mengamati rumah bercat biru itu dari kejauhan. Lagi-lagi mataku terasa hangat. Aku jarang menangis. Hatiku keras dan beku. Pertengkaran ayah dan ibu membuatku kebal akan tangis. Masihkah pertengkaran itu berlanjut hingga sekarang? Bayangan wajah ibu yang sedang menahan tangis serta wajah ayah yang selalu murka seketika melintas. Kuharap mereka baik-baik saja setelah kutinggalkan.
Aku tak tahu persis apa yang mereka perdebatkan. Mungkin ayah berselingkuh dengan seorang kliennya, atau mungkin ibu yang berselingkuh. Entahlah, mereka sama-sama menuduh, Saling ingin menjatuhkan. Tanpa mereka sadari aku selalu duduk di belakang mereka, mengintip semua yang terjadi, hingga perasaanku berubah beku dan benci.
            Sekarang wajah Arin memenuhi penglihatanku. Lalu wajah Anton, wajah semua penghuni markas dan yang terakhir wajah lelaki ceking itu. Cuih, mendadak perutku terasa mual. Adegan tak pantas yang kulihat beberapa waktu lalu membuatku benar-benar merinding. Apalagi ditambah tindakan bejadnya yang hampir saja ia lakukan padaku.
            Aku memang pecinta kebebasan. Tapi untuk hal satu itu, aku tak berani. Aku masih punya Tuhan.  Menyebut asma-Nya membuatku terlempar dari alam mimpi.
Tuhan. Bibirku gemetar. Kapan terakhir aku mengingatnya? Kapan terakhir aku bertemu dengannya melalui sholat-sholatku? Rasanya sudah teramat lama. Lama sekali.
Kebebasan apa yang kamu inginkan? Tanyaku pada diri sendiri. Aku menggeleng. Dasar bodoh! Lihatlah dirimu di cermin!  Pasti kan tampak bayangan seorang cewek dengan potongan rambut pendek dan sedikit jabrik.  Umurmu berapa sih? Sudah dua puluh empat, tapi tingkahmu masih seperti gadis ABG enam belas tahun.
* * *
 Tas ransel masih kupegang erat. Pikiranku masih bimbang. Tadi, pagi-pagi sekali aku bangun, mendapati Arin dan Anton masih terlelap. Kupandangi wajah mereka satu-satu. Aku berterimakasih banyak pada mereka, terutama Arin yang membelaku dan Anton yang melindungiku. Aku memilih pergi dari mereka. Anton benar, rumah adalah tempat paling aman untukku saat ini. Rumah yang sebenarnya.
            Aku memejamkan mata. Mengatur nafas yang memburu serta detak jantung yang menggebu. Baru saja aku mengangkat kaki untuk melangkah ke halaman depan ketika tiba-tiba pintu rumah bercat biru itu terkuak lebar. Beberapa orang berpakaian putih memapah perempuan bertubuh kurus. Dadaku tersentak. Benarkah itu ibu? Saat aku meninggalkan rumah dua bulan lalu, ibu masih sehat. Tubuhnya segar meskipun raut wajahnya sangat tak bersahabat. Sosok lelaki yang kukenal sebagai ayah mengikuti mereka.
            Apa yang terjadi dengan ibu? Mobil ambulance itu bergerak cepat meninggalkan rumah. Kakiku seperti terpaku, tak bisa bergerak. Ada apa dengan ibu?
            Aku harus segera ke rumah sakit. Segera. Rumah berpagar biru itu kini lengang. Sunyi.

*END*

By: 11 Cermin
Zahara Putri, Nikki Vianti, Avioleta Zahra



HIKMAH SEBUAH PERJALANAN

No comments :

HIKMAH SEBUAH PERJALANAN

Waktu aku membaca postingan mas Rama untuk mengajak teman-teman ketemuan di Surabaya, aku langsung tersontak dan tertarik. Wah …. Aku pengen ketemu! Just it! Hanya itu yang aku pikirkan.

Aku langsung menghubungi teman-teman di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Aku posting di rumah pena, aku sms teman-teman dan  jawabannya “Aku gak bisa Za, aku bla bla bla…” huwaaa, nih teman-teman kenapa pada kompakan sibuk semua? Hadeww, aku berangkat ma siapa?!.

Aku mencoba sms mas Rama, tanya ia ada dimana, kapan datang, pulang kapan, nanti ketemu siapa saja dan banyak lagi pertanyaanku. Mungkin mas Rama bising kali ya HP selalu berbunyi dan itu  smsku terus, haha. Bosan-bosan dah!

Pada hari Sabtu, 1 Oktober 2011 mas Rama udah sampai di Surabaya tapi aku tak bisa kesana, kenapa? karena banyak pekerjaan rumah yang harus aku kerjakan dan banyak hal lain yang harus aku selesaikan. Aku berharap besok aku bisa menemuinya. Dan aku masih tetap berusaha menghubungi teman-teman untuk bisa diajak berangkat bersama untuk menemui mas Rama.

NIHIL .. hingga hari Minggu aku tetap sendiri. aku coba memikirkan lagi, aku jadi ke Surabaya tidak ya?! Duh pusing nih banyak ketikan yang belum rampung jika aku tinggal semakin tidak beres apalagi ada lomba yang deadlinenya hari ini, mampus deh gue. Selain itu aku udah kepalang bilang sama Mbak Achi kalau nanti malam akan kursus, udah janjian juga sama beberapa teman untuk online, ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Fuah.. agenda hari Minggu teramat padat!

Pada awalnya aku menganggap hari Minggu ini sangat menyebalkan, dari pagi ibuku marah-marah terus, namun bagaimanapun aku terus memikirkan untuk ke Surabaya. Apa yang harus aku lakukan ya agar bisa ke Surabaya? bahkan ketika mengetikpun aku terus memikirkannya.

Aku mencoba sms mas Rama, sms dan sms, Wah aku parah kalau disuruh sms, gak bisa berhenti. Maaf ya mas Rama aku tanya terus? entah kenapa keinginanku pergi ke Surabaya begitu menggebu, lebih dari sekedar bertemu. Ada suatu hal yang mendorongku untuk pergi dan ketika keinginanku begitu kuat, maka harus dituruti. Atau mungkin karena aku sudah menganggapnya sebagai kakak jadi aku harus menemuinya? ah entah! atau karena aku ingin konsultasi?! Hemz... maybe!

Sebenarnya aku sadar diri sih, kayaknya hal ini akan sulit bagiku. Karena kenapa? aku gak punya uang. Hahaha. Kacaw deh, belum gajian sih!. Aku mencoba mencari uang di dalam almari barangkali terselip, tak ada!. Duh… coba meminta ibu gak ada juga, ah gimana ya? selain itu HP aku dipinjam adikku, kami bertukar HP, aku pikir nomer mas Rama masih tersave ternyata tidak. Aku melihat jam sudah dekat dengan jam keberangkatan kereta.

Aku menunggu sms tak ada sms, wah mungkin memang aku gak jadi ke Surabaya saja.  Aku mulai manyun dikamar, tak ada uang, gak bisa menghubungi mas Rama, bahkan keretapun sudah lewat. Aku mau melanjutkan mengetik tapi gak bisa konsen. HIks, pengen nangis… mau ke Surabaya saja susahnya minta ampun. Mau pinjam uang ternyata juga sama saja, gi boke’.

Tiba-tiba selang beberapa menit lamanya ada sms masuk

“Okey Zee, aku tunggu”

Aku pikir itu mas Rama, langsung aja aku katakan kendalaku kenapa gak bisa pergi, dengan sangat menyesal aku meminta maaf karena gak bisa menemuinya. Bebeberapa detik kemudian ada sms balasan yang mengatakan bahwa itu adalah nomernya mbak Achi membicarakan tentang proyek Rumah Pena, wahaha… antara malu dan ingin tertawa aku membalas sms mbak Achi, sekalian juga tanya nomer HP mas Rama. Maaf juga ya mbak Achi, bukan karena nomernya gak disave, ini semua gara-gara ganti HP, jadi beberapa nomer teman-teman gak muncul namanya.

Setelah benar-benar yakin bahwa itu nomer mas Rama, aku lalu sms dan katakan kendalaku. Keinginanku untuk bertemu dan juga beberapa penghalang ketika akan pergi. Ia menanggapinya dengan baik dan rela menanggung biayaku pulang dan pergi. Wah… baik sekali. Tapi bagaimanapun aku harus tetap punya pegangan uang untuk berangkat. Dan aku cukup malu katakan hal ini.

Aku mencoba mengatakan ke Bapakku dan katakan akan ke Surabaya, kata bapakku jika memang gak ada uang lebih baik gak usah berangkat. Kukatakan pada beliau tidak usah khawatir untuk pulangnya, aka ada yang membiayai. Akhirnya bapak mengijinkan aku pergi dan memberikan aku sedikit uang.

Kumantapkan, akan pergi dan kukatakan pada masa Rama aku segera berangkat. Ia mengucapkan terima kasih karena aku mau menemuinya. Harusnya aku yang berterima kasih, karena ia mau menemuiku dan membiayai perjalananku. Baik sekali… jarang sekali aku menemukan orang-orang baik?! Dan aku benar-benar yakin mas Rama memang baik.

Aku mengabari mas Rama tentang keberangkatanku, aku juga memberi tahu temanku kalau hari ini tidak bisa online dan sekali lagi ijin ke mbak Achi untuk bolos kursus. Dasar bandel ya?? Hihi... jewer aja mbak! He.  

Mungkin aku tak bisa naik kereta api karena memang sudah telat. Aku akan naik bus, walau aku tidak terbiasa. Namun entah kenapa, aku tidak langsung mencari bus. Aku ingin ke stasiun kereta api. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh suara kereta api yang jalan di depanku. Lho ini kereta kemana?! Apakah ada kereta api ke Surabaya jam 11? Aku mencoba mengejarnya. Berlari mengejar kereta api, hahaha. Ini sangat lucu.

Alhamdulillah setelah sampai stasiun, kereta api itu tidak segera berangkat. Kutanyakan ke beberapa orang, itu kereta arahnya mau kemana? katanya mau Surabaya. Wah.. kalau begitu mending aku naik kereta saja, lebih cepat dan murah.

Aku menuju ke loket pembelian karcis. TUTUP. Kenapa ya? aku berlari ke pegawai KA yang ada di belakang dan mencoba menanyakannya. Loket memang ditutup, kereta api juga mau berangkat. Penumpangnya cukup banyak. Aku menatap gerbong kereta api dengan kecewa. Memang cukup sesak.

Beberapa penumpang disana menanyakan, aku mau kemana? Kukatakan aku mau ke Surabaya dan mereka menyuruhku langsung saja naik. Tapi aku gak punya tiket?! mereka tetap mempersilahkan aku ikut saja. Aku lirik kekanan dan ke kiri. Melihat apa petugas KA memperhatikan aku tidak.

“HAP!” aku langsung melangkah naik ke gerbong

Dan akupun benar-benar menaiki kereta api tanpa membeli tiket, aku tersenyum atau kalau perlu aku ingin tertawa dengan kelakuanku, Aku langsung masuk ke dalam, tak ada tempat duduk. Aku berdiri dengan beberapa orang. Tepat di dekat pintu sambungan gerbong, Walhasil, aku sering kena dorong, ditabrak penjual makanan dan bahkan kena kardus orang jualan buku. Duh berat tuh! Ya apes, kalo cari gratisan memang seperti ini, hihi.

“Mbak di belakang ada tempat yang kosong lho” salah satu penjualan minuman memberi tahu diriku, akupun mengikuti sarannya dan ternyata benar, ada tempat kosong. Fuih.. lega juga akhirnya aku bisa duduk.

Sesekali aku was-was, kalau saja ada ada pemeriksaan tiket jika memang ada apa yang harus aku lakukan ya? sembunyi? atau jujur atau langsung kasih uang saja? Atau pasang tampang melas? Hehe. Namun hingga sampai Surabaya, tak ada pemeriksaaan tiket sama sekali. Yeah…. Aku aman! Aku bersorak dalam hati dan senyum-senyum sendiri.

Kukatakan pada mas Rama aku sudah sampai Surabaya dan kusebutkan ciri-ciriku beserta tempatku menunggu. Selang beberapa menit ada seorang lelaki berjalan didampingi 2 wanita, mereka berdua melihat dan tersenyum padaku. Benarkah itu mas Rama? ternyata memang benar mas Rama buta tapi yang aneh dan kurasakan ketika aku ngobrol, sms dan fban sama sekali aku tak merasakan bahwa mas Rama seorang tuna netra. Aku merasa mas Rama sama seperti orang normal biasanya.

Mas Rama menyapaku, aku dikenalkan juga dengan 2 wanita tersebut, teman dan tunangannya yang cantik. Namanya mbak Mega dan mbak Isye. Mereka juga ramah. Aku tersenyum dan menyambut dengan baik perkenalan tersebut. Ketika di dalam mobil, aku masih takjub dan keheranan. Mas Rama sangat menyenangkan, justru dia yang mengawali berbicara dan terus mengajakku bercanda dan ngobrol apapun.

Di dalam mobil aku juga dikenalkan dengan Dharma, adik mbak Mega yang juga tuna netra. Sama seperti mas Rama, Dharma sosok yang menyenangkan dan suka bercanda. Sama sekali tak ada beban bahwa ia tak bisa hidup normal seperti manusia pada umumnya, tanpa mampu melihatpun ia sudah cukup bahagia dan menikmati hidupnya.

Menurut mas Rama, Dharma jauh-jauh dari Banjarmasin hanya ingin belajar, wow… dia seorang tuna netra tapi keinginan belajarnya sangat tinggi dan rela bepergian yang cukup jauh demi sebuah ilmu. Tanpa mampu melihat dunia dengan pandangan mata, ia tetap melihat dunia ini dengan perasaannya, tekatnya! Sungguh aku takjub, dengan mas Rama dan juga Dharma.

Harusnya yang menghibur aku sebagai seorang yang normal, tapi justru terbalik. Mas Ramalah yang memberiku semangat, motivasi dan dukungan. Aku harus give up dalam hidup. Ia menceritakan tentang pengalamannya, kehidupannya, masa-masa sulit dirinya. Tak ada penyesalan, ia menceritakan dengan kelegaan, seolah-olah semua yang terjadi padanya mampu memberikan ia pelajaran untuk menjadi lebih kuat.

Aku bangga dengan ketegarannya menjalani hidup dan keadaannya kini yang tanpa beban, lepas dan bebas. Tidak tenggelam dalam masa yang suram, tapi bangkit. Hal inilah yang harus kucontoh, tidak menjadi pribadi yang hanya bisa menyalahan diri sendiri dan tepuruk.

Apa yang kamu pikirkan maka itulah apa yang akan terjadi padamu nanti. Jika kau ingin sedih maka kau akan sedih, namun jika kau ingin berjuang dan berubah, maka kamu akan berubah dan menjadi lebih baik. Mungkin ini yang bisa aku pelajari. Tidak stugnent, harus move on. Hidup itu pilihan, mau bertahan dengan kesedihan dan tidak mau bergerak, atau berusaha, bergerak dan memperjuangkannya, menjadi hidup yang lebih baik?! aku memilih  mana? tentu aku akan memilih pilihan yang kedua.

Akupun diajak ke ruman tantemya mas Rama, memperkenalkan tunangan mas Rama yang cantik itu ke tantenya dan memperkenalkan aku, mbak Mega dan Dharma sebagai temannya. Awalnya aku takut masuk rumahnya, ada anjing yang besar, maklum tantenya nasrani. Baru setelah anjing itu dimasukkan ke kandang, kami berani masuk ke dalam. Tante mas Rama cukup ramah, disana kami juga dihidangi makan, sedang mbak Mega dan Dharma tidak bisa turut serta karena mereka vegetarian, hanya makanan khusus yang mereka makan.  

Setelah dari rumah tante, kami harus mengantar tunangan mas Rama ke bandara, balik lagi ke Jakarta. Wah sayang sekali… baru saja berkenalan dan ngobrol-ngobrol sudah pisah. Aku suka dengan tunangan mas Rama yang cantik, yang bisa menebak karakterku dan memahaminya dan aku juga suka mereka berdua menjadi sepasang kekasih. Cocok sekali. Semoga saja langgeng dan memang berjodoh.

Kami mulai jalan-jalan lagi, aku diajak mbak Mega ke Hypermart belanja. Mbak Mega mempersilahkan aku mengambil apapun yang aku mau, tapi aku tetap geleng kepala. Hee. Aku mau menemani mbak Mega saja, ia menyuruhku ambil makanan, minuman aku tetap menggeleng. Baru setelah mau kelar, akhirnya aku menerima tawarannya kuambil silverquen karena kusukaanku coklat.

“Sudah?” yupz cukup, tak usah terlalu banyak. Aku tersenyum padanya.

Selang beberapa lama perjalanan ternyata mbak Mega melupakan sesuatu, Hiyaa… sendok dan garbu yang dibelinya ketinggalan. Hihi.. padahal harganya lebih dari seratus ribu. Sayang kan?! kamipun kembali. Mbak Mega pergi sendiri ke atas, sedang kami menunggu di ruang parkir. Baru saja. Mobil hendak dihentikan, ternyata sudah ada telfon minta dijemput karena barang yang ketinggalan sudah diambil Ya elah… kami melaju menjemput mbak Mega.

Kami melanjutkan perjalanan lagi, ke tempat makanan Vegan, mengantar mbak Mega makan dan membeli makanan disana. Selanjutnya perjalanan lagi dengan terus mengobrol, bercerita dan saling berbagi. Waktupun berlalu dan menjadi tak terasa karena perjalanan ini menyenangkan bagiku.

Menjelang magrib mas Rama mengajakku makan Steak, katanya mau mentraktir aku. Karena mbak Mega dan Dharma seorang vegan maka mereka tidak ikut. Aku dan mas Rama pergi makan, sedang mbak Mega dan Dharma mencari roti khusus untuk vegan tanpa telur pastinya.

Ditempat makan, aku menemani mas Rama jalan menuju lokasi dan mas Rama dituntun oleh pak Sopir hingga ke dalam. Setelah kami duduk bapak sopir mengantarkan mbak Mega mencari kue. Kami mulai memesan makanan dan aku ikut saja.

Disana mas Rama memberikan kesempatan padaku untuk bercerita, ia ingin membantuku agar aku menjadi seorang peri yang ceria. Katanya aku berpotensi, sayang jika terus bertahan dalam kegalauan. Wah baru  kusadari aku akhir-akhir ini menjadi nona galau dan cukup meresahkan. Hehe.

Aku juga baru menyadari, ia memang benar-benar seorang motivator. Apa yang ia katakan mampu memberi motivasi orang lain untuk berkembang menjadi lebih maju dan baik tentunya. Solusi yang ia berikan juga tepat sasaran, ia berusaha mengetahui keadaan lawan bicaranya baru setelah itu memberi masukan-masukan dalam menyelesaikan pemasalahan yang melanda.

Apa yang dikatakannya membuatku cukup tertegun. Sangat terbalik, aku yang seorang manusia normal dan semua anggota tubuh lengkap, harus diberi motivasi oleh seorang tuna netra yang mempunyai semangat hidup yang tinggi.

Harusnya aku sadar dan harusnya aku berkaca atas segala kejadian. Allah itu takkan memberikan musibah melebihi kemampuan hamba-Nya. Dan apa yang aku alami pasti ada penyelesaiannya, jadi aku harus bangun dan terus berjuang untuk menjadi lebih baik.

Aku bersyukur dipertemukan orang-orang hebat, mas Rama dan juga teman-temannya. Mereka semua orang yang penuh semangat dan aku ingin menirunya menjadi labih baik. Bagiku ini adalah pengalaman yang indah, aku bertemu dengan teman-temanku, aku mendapat ilmu, aku berkenalan dengan teman-teman baru yang menyenangkan. Bahagia sekali.

By: Zahara Putri
Malang, 2 Oktober 2011
21. 11 WIB

KELUARGAKU

No comments :

KELUARGA BESARKU
By: Zahara Putri


Tak pernah kubayangkan sebelumnya akan mempunyai keluarga besar yang sangat indah. Bersama dengan orang-orang yang menyayangiku dan teramat kusayangi. Hidupku serasa sempurna karena telah dikelilingi oleh orang-orang yang baik dan peduli padaku.

Mereka bukan kerabatku, bukan saudara kandungku dan kami tidak mempunyai ikatan darah atau apapun. Tapi mereka adalah keluarga terindah yang pernah aku miliki. Tak pernah terpikir akan mendapatkan anugrah terindah seperti ini.

Berawal pertemuanku dengan bunda Titie Surya, disana aku menemukan sosok seorang ibu yang peduli denganku. Bunda yang aku harapkan, yang kuat dan begitu tegar. Bunda yang selalu memberikan kekuatannnya kepada anak-anaknya. Aku merasa terlindungi dan merasa menjadi semakin kuat akan kehadirannya.

Donatus A. Nugroho, yaitu sosok yang pada awal pertama kali mengenalnya aku begitu mengaguminya dan dan menghormatinya. Bagiku seolah sulit bisa dekat dengan beliau. Namun semakin lama mengenalnya beliau begitu baik dan menyenangkan. Akhirnya aku menyayanginya sebagai sosok bapak ataupun om bagiku. Namun aku tetap memanggilnya om. Beliau adalah sosok yang membuatku bangkit dan berusaha mengejar cita-citaku. Aku ingin mengikuti jejaknya, menjadi penulis yang produktif. Suatu saat nanti!

Dela BungaVenus, dia adalah mbakku yang bisa merangkap menjadi temanku. Kadang ia bisa menjadi teman curhatku, terkadang menjadi teman gila-gilaan dalam candaan. Mbak Dela yang menyenangkan. Hidupku menjadi lebih ceria.

Adriana Tjandra, beliau adalah guru puisiku sekaligus bunda yang menyayangiku. Ketika aku ada masalah beliau mau menjadi pendengar yang baik dan selalu memberiku nasehat. Bahkan beliau tak segan untuk menelponku lebih dahulu. Jika terjadi apa-apa denganku maka beliau akan bergerak melindungiku. Wah… sungguh tersanjung. Aku sayang bunda.

Mayoko Aiko, ayah dari semua anak-anak. Banyak sekali anaknya dan salah satunya aku yang suka mengaku anaknya pula walau usiaku sudah ketuaan. He. Ikut-ikutan adikku Kriesta untuk memanggilnya dengan sebutan ayah, ayah yang keren dan sukses. Dan pastinya dermawan, hal ini yang patut dicontoh.

Astutik J Sya’ban, dalam hubungan kekerabatan beliau menjadi bibiku tapi beliau juga bisa menjadi ibuku. Ah banyak sekali ibuku ya? Wow! Bunda Astutik itu sosok yang penuh semangat, melihatnya saja membuatku ikutan bersemangat. Yang pasti bundaku satu ini juga cukup baik.

Arniyati Shaleh, bunda satu ini adalah teman yang selalu menemaniku sehari-hari. Menjadikan hariku tak lagi sepi, teman cerita, curhat, sms, teman korespondesi dan teman segala hal. Tidak disangka seusia beliau masih mau berteman denganku yang usianya jauh darinya.

Eva Sri Rahayu, mbakku yang keren dengan karyanya yang keren pula. Aku suka dengan tulisannya, sangat menarik dan seolah-olah aku bisa masuk dalam cerita tersebut. Ah, sungguh hebat. Aku ingin mencontohnya. Belajar dari dirinya. Dan Alhamdulillah ia selalu welcome untuk mengkoreksi setiap karyaku dan memberitahu untuk perbaikan tulisanku menjadi lebih baik.

Ramaditya Adikara, kakak kebanggaanku adalah mas Rama. Lelaki yang mengalami kebutaan dari lahir ini sangat hebat dan membuatku terus berdecak kagum. Ia bisa hidup normal seperti manusia pada umumnya. Ia seorang motivator, penulis, membuat software dan pencipta musik. Bahkan ia mencipta musik yang dipersembahkan untukku dan juga peri langit. Sungguh tersanjung. Lelaki ini sungguh hebat, sungguh malu aku sebagai manusia yang normal yang tak pernah bisa bersyukur dengan apa yang aku miliki. Perjuangan hidupnya patut dijadikan contoh.

Sosok yang aku kagumi lainnya Ada mas Farick Ziat yang baik dan mau memberitahuku tentang kepenulisan dan EYD, Mas Adnan Bukhori yang mau menerimaku jika ingin konsultasi kepenulisan, Opa Putra Gara yang heboh dan selalu rame dengan karya yang perlu diacungkan jempol, bunda Faradina yang tegas dan puisi-puisinya yang keren, bapak Giyanto yaitu guruku di dunia puisi dan dari beliau aku banyak belajar tentang puisi, Divin Nahb yang mengajariku Skenario; dan banyak lagi orang-orang keren di dunia kepenulisan yang aku kagumi.

Peri Langit, sahabatku number one. Kami terdiri dari 5 orang yang terdiri dari aku Zahara Putri, Maria Ulfah, Avioleta Zahrah, Maryam Malik dan Yola Ismurti Hilda. Kami mempunyai tujuan yang sama menjadi seorang penulis dan mempunyai cita-cita setinggi langit. Oleh karena itu kami menamakan diri kami Peri langit, berharap kami bisa terbang setinggi-tingginya, mengukir dunia dengan karya kami. Kami bertekad dan saling menguatkan untuk maju secara bersama-sama menjadi seorang penulis. Tidak boleh menyerah. Kami berlima seolah mempunyai ikatan bathin, jika terjadi sesuatu dengan salah satu dari kami, maka kami bisa merasakan. Indahnya persahabatan, jangan pernah lepas hingga kapanpun!

Ir-One Sandza, satu-satunya lelaki yang menjadi sahabatku. Lelaki ini sering sekali lolos dalam tiap perlombaan. Membuatku iri dengan karya-karyanya dan keberuntungan dia. Sandza adalah seorang teman yang baik, sopan dan rendah hati. Ia sama denganku berasal dari dunia pendidikan dan sama-sama suka menulis. Seorang guru, penulis dan juga mahasiswa yang menyelesaikan skripsinya. Hebat kan? Ia bisa membagi waktunya. Aku ingin sejali mencontoh dia dalam membagi waktu seefesien mungkin dan semuanya bisa menjadi adil.

Pilo Poly, lelaki berdarah Aceh ini sebenarnya sudah lama aku kenal tapi baru-baru saja dekat dan baru saja jadian sebagai adik kakak. Akak. Kayak jadian apaan aja?! Aku suka mempunyai sosok abang seperti dia, baik dan pandai berpuisi.

Aby Santika, Ernanto Pamungkas, Eric Keroncong, dan beberapa kakakku yang tak bisa kusebutkan satu-satu. Mereka kakakku yang baik. Dari mas Aby aku bisa belajar puisi, mas Eric aku belajar EYD dan mas Ernanto? Ia selalu siap sedia mengantarku dan menjemputku ketika di Surabaya. Dia baik dan menyayangiku. Aku juga menyanyangi semua kakakku, mas Aby, mas Ernanto dan mas Eric. Sebenarnya aku juga punya kakak lainnya ada mas Anggri, mas Andry, dan banyak sosok kakak bagiku. Wah menyenangkan bersama orang-orang yang bisa melindungiku.

Kaslan Al Mandury, adik lelakiku yang perhatian padaku. Ia menggantikan adikku yang lainnya yang mulai menjauhiku, Hiks. Sedih. Tapi dengan kehadiran Kaslan aku jadi sedikit melupakan kesedihakanku ketika kehilangan orang yang disayangi.

Aku juga punya banyak adik lainnya seperti Hana Zahara, El-Eyra, Tantry, Uya Caroo, Ulya, Reikha Reiyanti, Dian Kha Variant, Atcya, Dion, Jang Shan, April Liliana, Novi Hamid, Vha, Rima, Sekar A. Kinasih, Kriesta, Kilan dan masih banyak yang tak bisa aku sebutkan satu-satu. Sedangkan adik di dunia nyataku yang selalu menemaniku dari kuliah, menemani di pesantren dan kemanapun adalah Mega, yang kini sudah menikah. Semoga langgeng dan bahagia.

Mbakku juga banyak dan mereka baik padaku, menyayangiku dan peduli. Senangnya bersama mereka, ada mbak Nimas, mbak Zetha, mbak Tris, Mbak Ocuz Wina Syifa, mbak Maharani Auliya, mbak Sri, Mbak Octa Abie, mbak Yasmin, mbak Hyla, mbak Zya, mbak Mega, mbak Isye dan banyak lagi.

Teman-temanku yang selalu menemani hari-hariku dan membuatku tersenyum Glen Alexei, diantara banyak lelaki ia mau menjadi sahabat penaku. Selain itu ada Glora Lingga, Nessa Ozzora, SOS, Mamun, Ain Saga, Arina, Arlina, Atfa Mufida, Diana Kertadisastra, Suhe Herman, Jadoel, Zen Horakhti, Endah W Sucy, Indah Prisila Jadoe, Fa Ul Niedlich, Indy, Fuan, Idris Reficul, mbak Lala, Martha, Rany, Nikky Vianti, Ulfa Fatmala, Rifyal, Anisae Kepompong, mas Kus Calvin, duh banyaknya?! Bingung deh! Dan masih banyak yang lainnya. Yang pastinya aku tak lagi merasa sendiri karena ketika aku sedang sepi ada mereka yang mau menemaniku bercanda dan bercerita.

Sobatku Vallent, Triya yang dulu pernah menjadi teman curhatku dan menyayangiku. Selain itu aku juga punya sahabat di dunia nyata yang sangat peduli dan sayang padaku Umroul Muchabbah, Titis Astutik, Lala, Wahibah dan Izul. Mereka adalah orang-orang yang tersenyum ketika aku bahagia dan menangis kdtika aku bersedih. Walau mereka sekarang sudah disibukkan dengan keluarganya tapi mereka takkan terlupa.

Keluarga kecilku Syarif, Nanik, Herman, Oby. Mereka adalah orang-orang yang menyanyangiku dan selalu menemaniku mulai dari aku melangkahkan kakiku di kampus hingga aku lulus kuliah. Mas Syarif cowok keturunan arab ini bisa merangkap menjadi sahabat, kakak dan juga pacar?! Hahaha. Fuah. Yang pasti ia selalu melindungiku. Walau sekarang mereka sudah disibukkan dengan keluarga dan pekerjaan namun mereka tetap aku rindukan. Bahkan ketika aku tak kunjung mempunyai pasangan mereka sibuk mencarikan aku jodoh, hahaha. Ada-ada saja!

Hidupku serasa lengkap dan begitu sempurna dengan keberadaan orang-orang yang menyanyangiku. Walau aku tidak mempunyai kekasih namun keberadaan keluarga besar ini melebihi segala-galanya. Indah dan tak bisa terganti. Bersyukur sekali ada kehadiran mereka di kehidupanku.

Untuk masalah jodoh pasti sudah disiapkan dan suatu saat kelak juga akan dipertemukan oleh Tuhan, jadi kini lebih menikmati hidup dengan keluarga besarku yang tak bisa diganti dengan apapun. Terima kasih untuk semuanya dan rasa kasih sayang yang terlimpah untukku. Terima kasih.


Malang, 21 Nopember 2011
22. 50 WIB

Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad

Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...