Zahara Putri

Penulis fiksi dan non fiksi. Menggoreskan karya dalam tulisan, agar dibaca banyak orang dan bermanfaat.

Followers

Technology

Catatan

Sunday 24 November 2013

SINDROM KAWIN

No comments :
Kata orang sebelum  menuju ke hari H, bagi orang yang akan melaksanakan pernikahan akan mengalami sindrom kawin. Suatu sindrom dimana akan ada gejolak akan hubungan pasangan tersebut. Bisa jadi adanya peperangan bathin, ataupun datangnya perasalahan yang terkadang pemicunya hanya masalah kecil yang diperbesar.

Tidak hanya permasalahan antar pasangan tersebut, bisa juga dari keluarga atau yang lainnya. Datangnya musibah, kesedihan, kegalauan, kegundahan dan entah apalah itu. Yang mebuat perasaan mudah berubah dan tidak menentu. terkaang tidak dimengerti, kenapa jadi mudah sensitif dan mudah tersulut.

Percaya atau tidak percaya beberapa orang mengalami hal itu, terutama bagi perempuan yang suka main perasaan dan sensitif. Apa-apa harus pakai hati, suatu yang tidak harusnya dijadikan masalah akhirnya diperbesar juga.

Mungkin karena mendekati hari H mampu membuat sseorang panik sehingga terbawa ke dalam diri, menjadikan was-was dan ada ketakutan sendiri. Bisakah melalui semua? akan kah mendapatkan kebahagiaan? Bagaimana diri setelah menikah? atau mungkin pertanyaan yang lain.

Sindrom kawin terjadi tentunya ada alasan dan penyebabnya. Sebenarnya ketika sindrom ini terjadi hal itu hanya untuk mengukur keseriusan kita untuk suatu ikatan yang memang serius, mampukah kita menghadapi beberapa masalah sebelum menikah? karena setelah menikah mungkin akan kita dapati masalah yang beraneka ragam. Tidak hanya berhadapan dengan perorangan tapi juga antar keluarga. Siapkah kita??

Jadi ketika sindrom ini menyerang, siapkan diri dan kuatkan niat awal. Saling mendukung dan saling mengerti antar kedua pasangan.

Malang, 25 Nov 2013
14.50 wib






Cerpen: ASA YANG TERSISA

No comments :
ASA YANG TERSISA
By: Zahara Putri

Aku tak tahu berapa lama aku terpejam setelah kejadian mengerikan di dalam awak pesawat terbang. Kini yang kurasakan  nyeri di lenganku dan pedih di bagian mataku. Ya Allah, diriku kenapa?
Kutatap sekelilingku dengan pandangan yang samar-samar. Badan pesawat hancur. Tangisan ada dimana-mana, mayat bergelimpangan dan bau anyir yang membuatku ingin muntah. Pesawat kami jatuh di sebuah tempat yang sama sekali tak kukenali. Hanya hutan belantara.
“Aw…”
***
Aku berangkat meninggalkan kampung halamanku dengan hati berat. Keluarga tercinta harus kulepaskan demi cita-citaku. Bapak, ibu dan adik-adikku, semoga apa yang kulakukan bisa bermanfaat untuk kalian semua.
Hidup merantau mungkin pilihan tersulit bagiku, namun hanya inilah yang bisa aku lakukan. Di zaman sekarang ini sulit sekali mencari pekerjaan, bahkan diriku yang lulus S1 harus menjadi pengangguran sukses selama  2 tahun.
Beberapa kali aku mencoba mengikuti ujian PNS, namun selalu gagal. Akhirnya ketika ujian PNS yang ketiga kalinya, aku memilih di tempatkan di Kalimantan. Dan ternyata aku lolos.
Haruskah aku bahagia atau sedih? Sebelumnya aku tak pernah menyangka, bahwa aku akan ditempatkan di sebuah desa kecil yang terpencil. Jauh dari keramaian dan harus ditempuh dengan menaiki prahu menuju kesana.
Kulangkahkan kakiku menuju bandara, satu jam lagi pesawat yang akan aku tumpangi melaju ke Kalimantan Barat. Kutatap sekelilingku, orang mulai berlalu lalang dengan kesibukannya masing-masing. Sedangkan diriku masih meninggalkan hati di rumah. Sungguh berat meninggalkan keluarga, namun ini adalah pilihan. Pilihan untuk menjadi lebih baik. 
* * *
Kenangan itu kembali datang. Kusandarakan tubuhku di kursi empuk di dalam pesawat terbang, sesaat sebelum take-off. Kali ini pesawat melaju dengan tenang, semoga saja hingga tujuan terakhir akan kudapati seperti ini, selamat sampai tujuan. Aku mulai memejamkan mataku rasanya sungguh nyaman dalam ketenangan seperti ini. 
Masih terus kuingat keluarga di kampung tercintaku dan Ibu yang terus berpesan dengan kelembutan hatinya.
“Hati-hati nak kamu disana, jangan lupa selalu berdoa.”
“Iya, Ibu.” 
“Sungguh kami bangga padamu. Walau entah kenapa ada yang mengganjal di hati Ibu.”
“Kenapa, Bu?”
“Entahlah Nak, firasat seorang Ibu…” Ibu menatapku lekat
“Ibu tak perlu cemas, saya akan baik-baik saja disana,” kuberikan senyuman untuk menenangkannya
“Semoga saja.”
Kupeluk ibuku dengan kuhangatan, dan kutatap bapak yang juga sedang berdiri disamping ibu. Dua orang itu sangat menyangiku, sunguh berat melapaskannya.
Berkali-kali bapak menasehatiku dan mengeluhkan kegelisahannya dan sekali lagi aku terus menghiburnya dan mengatakan semua akan baik-baik saja. 
Adik-adikku terus menangis ketika harus melepaskanku pergi, katanya mereka takut tak akan bertemu lagi. Aku hanya tersenyum dan kupeluk hangat mereka semua. Terakhir kali kami bertemu, dan mungkin akan cukup lama untuk bertemu lagi.
 Kini, aku masih di dalam pesawat tebang. Bayangan tentang keluargaku sedikit demi sedikit menjadi kabur dan membawaku kepada alam mimpi. Waktupun terus berjalan, kurasakan kenikmatan di dalam tidurku dalam waktu yang cukup lama. Disana kutemukan ketenangan, ada senyum keluargaku yang terus hadir. 
***
Kucoba memegang mataku yang sakit saat kukedipkan tadi, namun lenganku juga ikut sakit. Tiba-tiba ada darah menetes di bagian mataku. Perih sekali. 
***
Aku masih saja mengaduh. Benar-benar sakit. Saat rasa nyeri ini masih menghantamku, benakku membawa kenangan itu. Kejadian sebelum kecelakaan fatal ini terjadi.
Kurasakan suara getaran yang mengguncang tubuhku, aku terbangun dari tidur. Aku melihat ke sekeliling, orang-orang mulai panik.  Pramugari mengumumkan,  agar kami segera memasang sabuk pengaman. Kurapatkan sabuk pengaman ke perutku.
Dadaku mulai berdetak cepat, pesawat yang aku tumpangi mulai oleng. Tubuhku terguncang ke kanan dan ke kiri. Badan pesawat yang berguncang-guncang, membuat lori terlepas dari tempatnya, kunci yang menahannya tak sanggup menahan beban. Lori meluncur turun dengan sendirinya lalu terpental dan piring maupun gelas hancur berantakan. Kami menjerit ketakutan.
Beberapa orang terus teriak, dan beberapa perempuan menangis ketakutan. Suasana kali ini benar-benar ricuh. Kupegang kursiku dengan erat. Kulihat keluar jendela. Sangat gelap dan mendung. Mungkin karena cuaca yang sangat buruk menjadikan pesawat kami seperti ini. 
Berkali-kali pramugari mengingatkan untuk tidak melepaskan sabuk pengaman, namun ada seorang lelaki yang tak memperdulikan ucapannya. Ia panik, ia lepaskan sabuk pengaman dan berlari kesana kemari, lalu guncangan pesawat semakin hebat. Beberapa orang mulai terpental dan berlumuran darah. 
Lelaki itu bersitegang dengan pramugari, ia meminta turun. Namun karena kondisi pesawat yang sangat tidak stabil,  tubuh lelaki itu tiba-tiba melayang begitu cepat, menabrak sandaran yang terbuat dari besi. Tepat di depanku. Aku menjerit. Wanita yang duduk disampingku ikut menjerit. Menangis dan ketakutan.
Lelaki itu mati seketika, kulihat pramugari itu melihat dengan miris dan ia tetap berpegangan untuk selamatkan dirinya. Keadaaan semakin kacau, guncangan semakin hebat. Manusia bagai serpihan kertas yang bertaburan dan nyawa tak ada harganya. Aku terus berdoa, sedangkan wanita disampingku terus menangis.
Kucoba menggenggam tangannya.
“Mari kita berdoa bersama Mbak agar kita selamat.” Wanita itu menganggukkan kepala dalam tangisannya
Sungguh aku tak sanggup melihat keadaan di sekitarku, keadaan pesawat tidak bisa dikendalikan lagi. Kupejamkan mataku dan terus berdoa. Ada ketakutan dalam diriku, khawatir nasibku akan seperti mereka. Namun kucoba memantapkan pada diri bahwa aku masih punya penyelamat, yaitu Tuhanku.
* * *
Allah, kenapa dengan diriku? Semoga aku bisa kuat menghadapi ini semua. Kusandarkan tubuhku di pohon. Tiba-tiba seorang ibu separuh baya mendekatiku.
“Tolong, ada yang terluka disini!” 
Wanita ia berdiri menatapku panik dan mulai berteriak, kemudian ia mendekatiku dan mencoba memegang lukaku, ia menatapku nanar. 
“Tenang ya pasti akan ada yang membantu kita?” ia tersenyum padaku dan terus berusaha memangkanku.
“Namaku Arni. Tunggu sebentar saya akan cari bantuan! Tadi aku bertemu seorang dokter, aku harap ia bisa membantu kamu.” 
Lalu wanita itu pergi meninggalkanku.. Ia tak mengenalku tapi begitu panik melihat keadaanku. Apakah lukaku begitu parah? Yang bisa kurasakan hanya rasa sakit di  lengan kananku dan mataku begitu perih. Hanya itu!
Beberapa menit kemudian wanita itu datang mendekatiku dengan seorang wanita lainnya, mungkin itu seorang dokter seperti apa yang ibu Arni katakan tadi. 
Dokter itu dengan sigap mendekatiku, mulai membersihkan lukaku. Memeriksa lengan dan mataku.
“Ditahan ya, Mbak? Mungkin agak sakit.”
“Memangnya saya kenapa?”
 “Ada pecahan kaca di mata Mbak. Ini keadaan darurat jadi harus diambil sekarang. Khawatir semakin masuk ke dalam yang akan menyebabkan kebutaan.”
Aku terkejut sekali, ingin menangis. Tapi aku tetap berusaha menahannya dan mencoba menguatkan diri. Kuanggukkan kepalaku. Wanita muda itu begitu cekatan mengobatiku. Dengan penuh hati-hati ia mencoba mengeluarkan pecahan kaca di mataku dengan perlengkapan yang ia bawa. 
“Buka matanya lebar-lebar? Jangan pernah dipejamkan.”
“Iya.”
Aku mulai merasakan rasa sakit yang teramat hingga nembuatku harus mengenggam tangan dengan kuat. Ibu Arni itu memegangiku, berusaha memberikanku kekuatan. 
Setelah pecahan kaca dikeluarkan dari mataku yang sebelah kiri, dokter itu menutupnya dengan perban. Dan melanjutkan mengobati lengan sebelah kananku yang terluka. Ia terus mengobatinya dengan keikhlasan sedangkan ibu Arni tetap bertahan untuk disampingku. Seolah-olah aku adalah putrinya yang wajib ia damping dan lindungi.
“Terima kasih.” 
Kata itu terlontarkan untuk dua wanita yang menjadi dewa penyelamatku, aku menatap mereka dengan senyuman.
“Tidak usah sungkan, ini sudah tugas saya. Namaku Zya, sebenarnya saya ada tugas ke kampung Tenguwa tapi bencana ini melanda. Kini yang bisa saya lakukan menyelamatkan beberapa korban disini, semampu saya.”
“Kok sama. Saya juga ditempatkan di desa Tungeweh Kecamatan Darit Pontianak, menjadi guru PNS di sana.”
“Mengajar apa?” tanya ibu Arni
“Agama tapi saya juga akan membantu mengajar komputer.”
“Salut sekali. Ya sudah saya pamit dulu, masih banyak korban yang membutuhkan bantuan,” kata dokter Zya
Dokter Zyapun berlalu, kami berdua menatapnya hingga ia menjauh. Kami hanya berharap akan ada bantuan yang lainnya dan memberikan kami makanan.
* * *
Sudah beberapa hari kami terlempar di tempat yang tak kami kenal, sebuah hutan belantara yang sepi. Perut yang kelaparan mulai terasa, kami mencoba menahannya hingga ada bantuan datang. Jika memang tak kunjung datang dengan terpaksa kami harus memakan apapun untuk mengisi kekosongan perut kami.
Jatuhnya pesawat membuat kami terpencar, menurutku kami terpencar tidaklah terlalu jauh. Namun kenapa yang kami rasakan hanya ada kami berdua. Mungkinkah yang lainnya juga sibuk dengan sakit yang mereka derita, ataukah mereka sudah mati. Ya Allah, selamatkanlah kami.
Ibu Arni terus menghibur diriku yang resah. Ia bercerita panjang lebar tentang dirinya dan pekerjaannya. Ternyata ia seorang pemerhati budaya dan dalam usianya kini yang 40 tahun ia masih nampak energik dan penuh semangat.
Aku menatapnya takjub, sungguh salut dan bersyukur bisa mengenalnya. Beliau takkan pernah aku lupakan, jasanya sungguh sangat besar.
  “Rasanya kita tidak mungkin hanya menunggu, kita harus bergabung dengan yang lainnya.”
“Tanganmu sudah tidak apa-apa.”
“Tidak masalah, kaki bu Arni?”
“Ah itu tidak masalah, saya sudah terbiasa jalan,” ia menepiskan dengan tangannya
“Ya sudah kita jalan saja, tapi tunjukkan saya jalan juga karena mataku kurang awas maklum minum dan kaca mataku pecah.”
“Tenang saja, diriku siap menjadi jadi matamu,” aku tersenyum dengan kebaikan hatinya
Namun, baru beberapa langkah kami jalan tiba-tiba kami mendengar ledakan yang begitu besar dan menimbulkan percikan api. Ya Allah itu pesawat kami, memang tidak terlalu jauh dari tempat kami. Apakah ada korban lagi.
“Kita kesana!” pintaku
“Apakah tidak berbahaya jika kita kesana?”
Akupun terduduk lemas, benar juga. Disana baru terjadi ledakan. Maka akan berbahaya bagi kami, hanya saja itu satu-satunya cara agar kami bisa segera bergabung dengan yang lainnya.
Selang beberapa lama setelah itu kami mendengar tapak langkah mendekati kami. Aku mulai girang, barangkali mereka penyelamat kami. Namun apa yang kami dapati dua orang laki-laki yang sedang menggopoh seorang wanita dengan luka bakar yang cukup parah.
Kututup mulutku, wanita itu adalah seorang yang duduk bersebelahan denganku waktu di awak pesawat.
“Tolong jagakan dia dulu, kalian bisa kan? Kami kehilangan dokter Titie dan dokter Zya. Ledakan tadi membuat kami semakin terpencar!” lelaki itu tiba-tiba meminta tolong tanpa sungkan, kami berdua hanya bisa menganggukkan kepala sedangkan mereka berdua berlalu begitu saja.
Kutatapkan trenyuh keadaan wanita itu, ia terus mengeluh kesakitan.
“Sabar ya? Sebentar lagi luka kamu akan diobati. Siapa nama kamu?”
“Nesa.” ia masih terus mengeluh karena kepanasan, sungguh aku tak tega melihatnya
Dua lelaki itu pergi meninggalkan kami bertiga. Hari semakin larut, kami betiga terpaksa tertidur di alam yang begitu terbuka dalam dingin dan kesunyian malam. Kami berpelukan, saling menghangatkan. Besok pasti akan datang bantuan.
Dan ketika pagi datang, Nesa terus ngotot mencari kedua saudaranya itu. Padahal lukanya begitu parah, mau tidak mau kamipun menurutinya dan membopong tubuhnya. Dengan pandanganku yang kabur dan lengan kananku yang masih sakit. Aku gunakan lengan kiriku untuk membopongnya, sedang ibu Arni tetap berdiri tegap walau kakinya sebenarnya sakit. Wanita ini begitu kuat.
Namun ternyata apa yang kami lakukan salah, karena tidak tau arah kami semakin jauh dan tak terdengar lagi keramaian. Ah sungguh kebodohan, harusnya kami tidak menuruti keinginan Nesa yang begitu keras kepala. 
“Tunggu!”
Tiba-tiba ibu Arni memetik beberapa lebar daun yang cukup lebar
“Walaupun aku bukan dokter, tapi aku pernah membaca daun ini bisa sembuhkan luka bakar setidaknya tidak menjadikan luka melepuh. Persis sekali!”
“Apa kamu yakin? Aku tak mau semakin terluka”
“Sangat yakin!”
Lalu ibu Arni mulai menempelkan daun-daun tersebut di luka Nesa, kulihat Nesa tidak mengeluh kesakitan.
“Tidak sakit?” tanyaku penuh kecemasan
“Dingin dan membuatku nyaman.” ia tersenyum 
Kami berdua bernafas lega, bersyukur sekali. Tenyata keberadaan ibu Arni sangat bermanfaat.
Kami mulai mendengarkan suara langkah mendekati kami, kami sudah kegirangan mendengarnya, Kami saling berpandangan dengan wajah penuh pengharapan akan adanya pertolongan.
Namun apa yang kami dapati ketika kami menoleh kearah datangnya tapak kaki itu, bukanlah malaikat penolong yang kami lihat. Kami salah!
Bukan manusia yang kami dapati namun seekor hewan yang cukup buas.
Kami berjalan mundur. 
Seekor babi hutan dengan tubuh yang sangat besar nampak kelaparan disana. 
Kami terus berpegangan erat. Allah ya Robb, selamatkan kami. Kami hanya bisa berpelukan dan berharap bantuan segera datang menghampiri. 
Tidak, tak boleh saling berpelukan dan pasrah seperti ini. Aku ingat bagaimana seekor babi hutan mempunyai perangai dan tindak tanduknya di buku marga satwa di perpustakaan sekolahku dulu. Dia binatang buas, tapi bukan berarti tidak bisa ditandingi.
Dalam ketakutan, aku mencoba berani. Aku yakin, Allah bersama umatnya yang berani. 
Ya, aku akan terus berupaya, diantara asa yang masih tersisa.
Semoga ….
* * *
 By: Zahara Putri
Malang, 9 Oktober 2011
06.00 WIB

* Terbit di buku Karya Kreatif, Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, tahun 2012.

Tuesday 5 November 2013

BUKU-BUKU ZAHARA PUTRI

No comments :
Buku yang Sudah Terbit Antologi dan Solo
1. Bingkai Rindu Samara (Ceremai Press, 2011)
2. Bunga Rampai Selingkuh (Hasfa Publisher, 2011)
3. Dialog Sepasang Kupu-Kupu (AG Publishing, 2011)
4. Curahan Hati untuk Tuhan (Leutika Prio, 2011)
5. Catatan Juli (3M Self Publishing, 2011)
6. Unforgettable Moments (AG Publishing, 2012)
7. Di Sebuah Surau Ada Mahar Untuk-Mu (Tinta Media, 2012)
8. Puisi Adalah Hidupku (Leutika Prio, 2012)
9. Serba-Serbi 14 Februari (AE Publishing, 2012)
10. 99 Surat Kerinduan untuk Presiden (Leutika Prio, 2012)
11. Presiden untuk Presidenku (Sany Publishing, 2012)
12. Yang Terabaikan series 2 (Deka Publishing, 2012)
13. Yang Terabaikan series 2 (Deka Publishing, 2012)
14. Talenta Pengukir Tinta Emas (Awang-Awang Publishing, 2012)
15. Event Tahun Baru (AE Publishing, 2012)
16. Penghapus Mendung (Leutika Prio, 2012)
17. When I Miss You (AG Publishing, 2012)
18. Surabaya Whetever Love (Prima Pustaka, 2012)
19. Negeri Dongeng (AE Publishing, 2012)
20. Story Of The Cat (WR Publishing, 2012)
21. Baju Muslimah Azizah (Merdeka Media, 2012)
22. Kota Kenangan (AE Publishing, 2012)
23. Dalam Balutan Pelangi (AG Publishing, 2012)
24. Kunti I Love You (AG Publishing, 2012)
25. Gado-Gado Office Boy (Deka Publisher, 2012)
26. Ketika Penulis Kebelet Kawin (Awan Pustaka, 2012)
27. Negeri Sejuta Fantasi (WR Publishing, 2012)
28. Bumi Indonesia Kami Tecinta (Hasfa Publishing, 2012)  
29. Ibu dalam Kehidupanku (AE Publishing, 2012)
30. Kisah Klasik HP Jadul (DeKa Publishing, 2012)
31. The Formula of Charity (Penerbit Harvey, 2012)
32. Untuk Para Sahabat (Goresan Pena Publishing, 2012)
33. Sang Jejak, (Cipta Medika, 2012) 
34. Lukisan Ibu Pertiwi, (Awang-Awang Pustaka, 2012) 
35. Mother in Maya (Deka Publishing, 2013) 
36. Penulis Idie Indonesia (Afsoh Publisher, 2013) 
37. Sebelum, Ketika dan Sesudah (AE Publishing, 2013)
38. Surat Cinta untuk Bunda (Deka Publishing, 2013)
39. Sahabat Maya Ispirasinya (Goresan Pena Publishing, 2013)
40. Terpenjara di Negeri Sendiri (AG Publishing, Maret 2013)
41. Cinta Luka Banget, (Efarasti, Oktober 2013)
42. Karya Kreatif, (Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2012)
43. Bakso Arema (Aura Publishing,2014)
44. Akhirnya Jodohku Datang (Rumah Pena Publishing,2014)
45. Senandung Cinta Sang Putri (Hamazah Publishing, 2014) ~Buku Solo~
46. Mantan Terindah (Euthenia, 2014) ~Buku Solo~
 

Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad

Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...