Penulis fiksi dan non fiksi. Menggoreskan karya dalam tulisan, agar dibaca banyak orang dan bermanfaat.

Followers

Technology

Catatan

Wednesday, 19 August 2015

FENOMENA POLISI LALU LINTAS INDONESIA

No comments :

Pada dasarnya polisi adalah aparat yang mengayayomi masyarakat, namun pada kenyataannya mereka adalah aparat yang dibenci masyrakat. Kenapa hal ini bisa terjadi? Tentu masyarakat punya alasan tersendiri dan sebagian besar hampir mempunyai alasan yang sama.
Di Indonesia sudah menjadi rahasia umum jika polisi lalu lintas suka menilang masyarakat, tetapi masuk kantongnya sendiri. Dengan alibi melanggar peraturan, polisi bisa meminta uang ke masyarakat secara ugal-ugalan dan tidak berprikemanusiaan.
Jika dulu polisi hanya meminta kisaran 50-100 ribu, namun sekarang bisa mencapai 300-500 ribu, dengan kesalahan tidak memakai helm, SIM atau STNK. Walau hanya melangar satu peraturan, uang tilangnya juga sama besarnya.
Hal ini juga terjadi di Lawang-Malang, polisi suka melakukan razia di depan Rumah Makan Bakpo Telo, tepatnya di Jl. Sidodadi No. 1 Simping, Lawang-Malang. Jam operasi mereka antara jam 8.00 -11.00 WIB. Hari razia tidak pasti, namun biasanya Senin, Selasa dan Kamis. Mereka akan menghentikan pengendara yang sekiranya melanggar atau terkadang setiap kendaraan lewat dihentikan. Polisi ini seolah tahu dan hapal tempat lari dan sembunyi para pelanggar kendaraan. Mereka menyebar ke jalan- jalan sempit yang masuk perkampungan.
Tujuan polisi ini sepintas memang bagus, menilang siapapun yang melanggar peraturan, namun setelah diselami justru sangat merugikan masyarakat. Salah satu pengendara yang tidak mau disebutkan namanya melakukan kesalahan tidak membawa SIM, maka polisi meminta uang 500 ribu untuk dendanya. Karena tidak mempunyai uang sebanyak itu, dia merelakan sepeda motornya dibawa polisi. 
Saya sendiri bersama adik tidak membawa SIM dan STNK diminta 300 ribu, polisi tersebut mengatakan ke kami karena kami perempuan dan kasihan akhirnya diberi potongan hingga 300 ribu. Karena tidak ada uang sebanyak itu akhirnya kami disuruh tanda tangan di surat tilang. Adik selaku pemilik motor karena takut dan bingung hanya menangis tanpa henti, hingga menjadikan polisi kesal karena tidak segera tanda tangan. Polisi tersebut akhirnya mengancam jika tidak tanda tangan dendanya menjadi 2x lipat. Melihat kondisi seperti itu saya ikut bingung saya langsung mewakili tanda tangan. Motorpun langsung disita polisi.
Kejadian itu terjadi tepat di hari Senin tanggal 10 Agustus 2015 di depan Rumah Makan Bakpo telo. Saya lupa tidak melihat siapa nama polisi yang meminta kami uang sebanyak itu. Yang pasti dari kepolisian Lawang. Setelah di rumah kami melihat lembaran surat tilang berwarna merah. Yang artinya kami menyangkal dan harus sidang, padahal kami mengakui kalau kami salah.
Rupanya tentang surat penilangan juga dijadikan polisi untuk membodohi masyarakat, karena maayarakat banyak orang awam. Mereka selalu mengelurkan surat tilang merah dan menyuruh segera tanda tangan tanpa membaca isinya.
Dari saya baca di beberapa artikel dan pemberitahuan teman tentang perbedaan lembaran tilang itu dibagi menjadi dua yaitu surat tilang warna biru dan merah. Jika biru kita mengakui kesalahan kita melanggar peraturan, pembayaran denda bisa lewat ATM ke rekening BUM BRI. Bukti transfer bisa kita tunjukkan ke kepolisian terdekat, denda resmi KUHP mobil tidak lebih dari 50 ribu. Jika slip merah artinya kita menyangkal kesalahan dan harus ikut sidang, biasanya menunggu hingga 15 hari.
Pada umumnya polisi hanya memberi slip merah, yang biru disembunyikan, karena banyak masyarakat awam hanya bisa menurut saja. Jika tidak ingin sidang karena keruwetan sidang, silahlan beri uang damai, tetapi memintanya tidak tanggung-tanggung.
Saran dari beberapa teman, jika hal ini terjadi mintalah surat tilang biru, jika tidak diberikan catat namanya dan foto dia, kita bisa melaporkan perbuatannya. Tentunya dengan tindakan ini polisi akhirnya bersedia berikan surat tilang yang berwarna biru.
Beberapa polisi mengatakan uang tilangan masuk uang kas negara, namun pada kenyataannya banyak yang dikantongi sendiri. Contohnya penilangan polisi Singosari, harusnya jika menilang tulis plat nomernya, tapi hanya tulis namanya setelah menerima uang.
Di Lawang juga seperti itu, setelah bubaran penilangan, bukannya langsung membawa motor yang disita ke kantor polisi tetapi di parkir di bakpo telo, lantas mereka makan-makan di sana. Entah itu uang hasil dari tilangan atau tidak, tetapi hal seperti itu menjadikan banyak anggapan buruk. Saya dan adik tidak bisa pulang, bahkan untuk naik angkotpun, hanya bisa menangis di lokasi, sedang para polisi tersebut enak makan-makan. Bersyukur ada orang yang welas dan berbaik hati memberi kami uang untuk naik angkot.
Di Pasuruan juga terjadi kejadian yang sama, setelah menilang langsung makan-makan di rumah makan sekitar tempat penilangan, alhasil masyarakat marah dan dijadikan bahan pembicaraan. Citra polisi tercoreng, harusnya menjadi pengayom masyarakat tetapi perampok rakyat kecil.
Jika ada asumsi seperti ini siapa yang disalahkan? Ayolah Indonesia jadilah negara yang bersih dari korupsi. Jadikan aparat negara yang bisa mengayomi masyarakat dan disukai masyarakat. Jangan menjelekkan citra polisi. Sesungguhnya polisi itu pekerjaan yang mulia, jika sudah tercoreng siapa yang patut disalahkan?
Masyarakat dan polisi saling bekerja sana, masyarakat mentaati peraturan dan polisi tidak menilang dengan meminta uang masyarakat yang berkendara sedang uang hanya dikantongi sendiri. Hal ini juga renungan buat saya, agar lebih mentaati peraturan.

Zahara Putri
Lawang, 11 Agustus 2015
13.45 wib

Referensi:

No comments :

Post a Comment

Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad

Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...