Thursday, 8 November 2012
SURAU SORE HARI
SURAU
SORE HARI
By:
Zahara Putri
Langkah anak kecil beriring
Menuju sebuah surai sederhana
Ditemani alunan syahdu sholawat
Menyemai kedamaian yang meresap
Dalam tiap lafazd yang dilantunkan
Ciptakan getaran menakjubkan
Kalimat demi kalimat mengalun indah
Membentuk sebuah nada berirama
Suasana surau sore hari
Takkan pernah sepi dari bismillah
Beberapa wajah polos ber-hamdallah
Menuntut ilmu demi keihklasan Illahi
Surau memikat di sore yang khidmad
Santun berakhlak sebelum petang memikat
Bekal yang nikmat di hari kiamat
17.
30 WIB
*Masuk kumpulan antologi "Di Sebuah Surau AAda Mahar Untuk-Mu, Tinda Media, 2012"
MERAH DAN PUTIH INDONESIAKU
MERAH
DAN PUTIH INDONESIAKU
By:
Zahara Putri
Rintihan anak manusia
di kolong jembatan
Dalam ratap dan tangisan
Bau busuk semakin
menusuk
Onggokan sampah
seperti ilalang yang tumbuh subur
Diantara gedung
pencakar langit
Ada rumah kardus dan
sepiring nasi basi di dalamnya
Diantara baju mewah
orang yang berkedudukan
Ada pakaian lusuh dan
tak terawat meminta bantuan
Seperti ada pembeda
dalam kehidupan
Indonesiaku, kenapa
warna kehidupan ini mengotori putihmu?
Aku ingin merahmu,
memberikan kobaran semangatmu
Tuk satukan perbedaan
dengan sifat welas asihmu
Bangunlah Indonesiaku….
Ciptakan ketentraman
dan kebersamaan
Entaskan kemiskinan
yang melanda rakyatmu
Dan berantas korupsi
yang mulai mewabah
Indonesiaku
Aku bangga dengan
merahmu
Dan aku tetap
bertahan dengan putihmu
Tuk majukan Indonesia
merdeka
Malang, 29 Februari 2012
18.00 wib
* Terbit di antologi puisi
CINTAKU BERSEMI DI KOTA BATU
CINTAKU
BERSEMI DI KOTA BATU
By:
Zahara Putri
Bagiku, kota terindah
itu adalah kota Batu di Malang. Di kota itu aku mempunyai sejuta kenangan
dengan seorang yang pernah menyinggahi hatiku. Kenangan tentang cinta yang kami
jalin, dan perjalanan cinta yang berwarna, terangkai begitu indah antara
dirinya dengan diriku.
Dulu, ia hanya sekedang
teman dekatku. Andai kami tidak berangkat bersama ke kota tersebut. Mungkin
hingga kini kami takkan pernah jadian dan dia hanya menjadi sekedar teman
dekatku. Tak pernah lebih.
Masih kusimpan dalam
ingatanku, waktu itu di bulan November 2010 ketika ada acara kampus kami
berjalan bersama. Karena jenuh, maka malam itu kami memutuskan untuk
jalan-jalan. Dan ia mengajakku ke kota Batu. Perjalanan dari kota Malang
sekitar satu jam, aku hanya menganggukkan kepala menyetujui segala usulnya.
Kukenakan jaket
tebalku, perjalan mendekati kota Batu semakin dingin. Namun aku tetap gengsi
harus berpegangan ke pinggangnya, aku tetap bertahan berpegangan di jok sepeda,
atau sesekali kurapatkan tanganku.
Dia mengajakku ke ”Payung”
yaitu suatu tempat makan di area sekitar sepanjang jalan di Batu, tempatnya di
atas pegunungan, jauh dari perkampungan namun memanjang berdereratan warung-warung
lesehan yang terbuat dari bambu. Dan ketika melihat pemandangan ke bawah dan
sekitarnya begitu indah dan sejuk.
Kami memilih lesehan
dengan lampu-lampu lampion yang indah, dan duduk di paling ujung. Dekat dengan
pemandangan. Tempat yang cukup strategis dan sangat cocok untuk pasangan.
Memang tempat ini dirancang seromantis mungkin agar menjadi tempat yang apik
untuk pasangan yang dilanda asmara.
Waktu itu aku cukup
deg-degan ketika memasuki tempat
tersebut, terutama ketika kami duduk hanya berdua dengan suasana yang romantis.
Kami memesan makanan dan minuman, bahkan sajian yang dihidangkan juga cukup menarik.
Aku memesan minuman strawberi sebagai minuman andalanku.
Kami bercerita
kesana-kemari, mulai dari kegiatan kampus, pertemanan, hingga curhat. Ia
manatapku dengan tatapan yang berbeda, penuh dengan kehangatan dan kasih.
Dadaku berdebar dan desiran itu kian terasa saat ia menggenggam tanganku dan
mulai menyatakan perasaannya.
Dengan jujur dan penuh
ketulusan, ia katakan sudah lama menyukaiku. Memendam rasa selama 3 tahun
cukuplah lama bagi seorang laki-laki. Namun ia tak berani ungkapkan, karena ia
merasa aku tak akan membalas perasaannya.
Ya, aku memang
menganggapnya hanya sebagai teman dekat. Tak ingin lebih, namun perkataan dan
perlakuannya waktu itu memberikan nuansa yang begitu berbeda bagiku. Aku mencoba
mengalihkan pembicaraan dan berusaha menghindar. Ketika aku hendak beranjak ia
menarik tanganku, dan berusaha memelukku. Memintaku untuk tidak pergi dari
hatinya.
Jantungku berdetak
begitu keras, debaran itu kian terasa. Lalu ia memintaku untuk menjadi kekasihnya
dan aku tak mampu mengelak segala rasa yang baru tercipta pada hari itu. Aku
terdiam, lalu tanpa kusadari aku mulai
tenggelam dalam pesonanya, tatapannya. Kamipun jadian.
Ketika perjalanan
pulang aku lebih banyak diam, ia memintaku mempererat pegangannya agar aku aman
dan tidak kedinginan. Awalnya aku masih malu-malu, namun karena udara yang
begitu dingin aku memenuhi permintaannya.
Dan aku mulai menemukan kenyamanan disana, dirinya yang begitu
melindungi. Sebelumnya aku tak pernah menyangka bahwa dia sosok yang romantis.
Tak pernah terlintas dalam pikiranku.
Dan baru pertama
kalinya itu ia memanggilku dengan sebutan sayang, ketika kami sudah sampai. Ia
memastikan aku tetap aman, ia terus menatapku hingga aku masuk di dalam rumah.
Ia tidak menciumku, tapi ia menatapku dengan mesra dan penuh cinta. Ia
memperlakukan aku dengan sangat baik. Perlakuan itu lebih romantis dari apapun
oleh seorang lelaki. Kekasihku.
Dan besok-besoknya
ketika kami kencan, ia sering mengajakku ke kota Batu. Pergi ke alun-alun kota
Batu, tempat makan dan banyak hal. Tentunya dengan suasana yang romantis. Ia
memberikan aku banyak kejutan-kejutan yang menjadikanku sedikit demi sedikit
tertarik pada sosoknya.
Dia, kekasihku yang
mampu memperlakukanku dengan baik. Sungguh kota Batu takkan pernah aku lupakan.
Dimana telah menyatukan dua hati menjadi satu. Cintaku bersemi di kota ini.
“Aku mencintaimu…”
Ia menatapku mesra dan
akupun terlarut akan cintanya di kota Batu yang sangat indah.
Malang,
18 Maret 2012
06.10
wib
Sunday, 4 November 2012
TERBIT DI WASPADA
LEPASKAN
BELENGGU HATI
By: Zahara Putri
Malam
pelepas sendu hati
Melelapkan
kepada mimpi indah
Membawa
pada khayalan kerinduan
Dalam
sebuah harapan
Jika
kesedihan melanda
Kubenamkan
diri pada sapaan malam
Membawaku
pada nyanyian kesunyian
Yang
menenangkanku
Biar
aku lepas belenggu diri
Lenyapkan
serpihan asa
Biar
hilang berganti hari
Melewati
malam hingga pagi menjelang
Malang,
19 Oktober 2011
14.40
WIB
DALAM
RINAI HUJAN
By:
Zahara Putri
Dalam
rinai hujan kutenggelamkan diri
Satukan
hatiku yang sepi dengan alam
Ungkapkan
kegundahan diri
Lepaskan
semua hingga tak bersisa
Tangisku
membahana diantara hujan
Buliran
air mataku menetes iringi hujan yang turun
Sepi
hatiku sepi jiwaku
Aku
terlarut dalam asa yang tak berujung
Biarkan
aku pergi dalam kesepian ini
Aku
ingin semua terlepas dalam rinai hujan
Mengalir…..lalu
pergi dari kehidupan
Sehingga
aku mampu melangkah tuk sambut hari
Malang,
20 Oktober 2011
12.55
WIB
LEWATI LORONG ALAMASTA
LEWATI
LORONG ALAMASTA
By:
Zahara Putri
Namaku Alfiorus, aku
terlahir sebagai lelaki dari planet Satha yang sangat jauh dari bumi. Beberapa
orang di planetku pernah membicarakan tentang bumi, bumi tempat yang penuh
dengan polusi dan manusia yang lemah. Walaupun mereka membicarakan kejelekan
tentang bumi entah kenapa aku ingin kesana, katanya disana orangnya punya hati
dengan rasa. Apa itu? Aku tak tahu.
Keluargaku memanggilku
dengan nama Yorus, namun beda dengan teman-temanku mereka lebih suka
memanggilku dengan sebutan Torus. Aku selalu saja dilecehkan oleh teman-teman
karena kemampuan belajarku di bawah mereka.
Aku kesulitan terbang
dalam waku yang lama, aku tak bisa menyulap seuatu yang wow dan sesuai
keinginanku, buntut-buntunya hanya menjadi sebuah bunga. Bahkan ketika bermain
bola api, justru aku tak bisa memasukkan bola ke ranjang lawan, aku kesulitan menangkap
bola yang berterbangan hingga akhirnya aku terbakar akan api tersebut.
Untungnya aku adalah
makhluk dari Planet Satha, jika terluka orang tuaku cukup memberikan aku ramuan
Rashk, sebuah cairan yang jika dioleskan ke tubuh akan kembali seperti semula.
Maka tak heran, jika hidup kami lebih lama. Kami memiliki usia ratusan, bahkan
kakekku hingga ribuan. Ia masih hidup. Ramuan Rashk, selain menyembuhkan luka
juga mempertahankan kami untuk tetap hidup.
***
“Torus tangkap!” Jiyo
melempar bola api ke arahku
“Aku tidak mau main!”
“Dasar kau Torus
pengecut,” ejek dirinya padaku
“Biarkan saja, toh
kalian selalu mempermainkanku.”
“Salah sendiri jadi
orang bodoh.”
“Siapa yang bodoh, enak
saja. Suatu saat akan aku buktikan kalau Yorus lebih baik dari Jio.”
“Coba buktikan?”
tantangnya
Aku meninggalkan Jio
dengan perasaan kesal, aku harus memikirkan agar agar aku bisa lebih baik
darinya. Aku sudah cukup lelah jika terus-terusan dijadikan bulan-bulanan
permainan Jio ia selalu mengejekku dan mengerjaiku.
Aku terus menapaki
jalanku dengan perasaan dongkal, pergi ke suatu tempat yang sepi. Sesekali aku
terbang, lalu aku jalan lagi. Andai, aku bisa terbang lebih lama? Mungkin
takkan sesulit ini.
Entah berapa lama aku
berjalan hingga tak kusadari, aku memasuki taman Alamasta, sebuah taman
larangan bagi bangsa kami. Namun entah kenapa, keinginanku lebih besar untuk
mengetahui kenapa taman itu dilarang.
Kuperhatikan sekeliling,
taman itu cukup indah. Tak ada yang menakutkan. Lantas kenapa dilarang?
Kemudian beberapa kupu-kupu terbang mengitariku. Indah. Tapi bentuknya berbeda.
Kupu-kupu yang kulihat lebih indah, bahkan bunga-bunga di taman juga lebih
bagus dan bermekaran.
Menurutku taman
Alamasta adalah taman terbaik dari dari taman yang pernah aku temui di planet
Satha. Sungguh aku ingin berlama-lama disini. Aku coba keliling mengitami
taman, semakin banyak keindahan dan hal yang menakjubkan yang kutemui.
Dan besok-besoknya aku
terus berkunjung ke taman ini, terutama ketika mulai dijahili oleh Jio di
sekolah, taman inilah tempatku menenangkan diri. Rasanya damai. Walau aku
sendirian tapi serasa menenangkan.
***
Aku mengambil ramuan
Rashk di kotak atas tepatnya di kamar kakek. Bukan maksud mencuri, aku hanya
meminjam. Mungkin dengan memakai ramuan ini, setidaknya aku bisa melindungi
diri dari Jio yang suka usil itu.
Kuobati lukaku dengan
ramuan Rashk di taman Alamasta akibat ulah Jio kemarin, setelah keadaan
membaik. Kumasukkan ke kantongku dan mulai mengitari taman yang indah itu. Rasa
penasaranku semakin besar, aku melangkah lebih jauh lagi.
Langkahkupun terhenti,
aku menemukan sebuah lorong yang tertutup oleh air mancur diatasnya secara
samar-samar. Aneh sekali. Aku mencoba memasuki lorong tersebut.
Baru melangkah beberapa
langkah saja aku terperosok dan terjatuh lebih jauh dan lebih lama dari yang
pernah aku rasakan.
Seolah-olah aku
terjatuh melewati udara, gelap tapi membuatku tubuhku lebih ringan. Cukup lama
aku terus merasakan tubuhku entah terbawa kemana. Lantas…
SRAK…
Aku terjatuh di atas
pohon, yang berwarna hijau. Lebih hijau dari pohon di planetku. Lebih aneh tapi
lebih indah.
“Aku dimana?” gumamku
Kulihat ke bawah ada
seorang gadis yang menangis, rupanya baru dikerjai oleh teman-temannya. Seperti
diriku yang sering dipermainkan Jio. Gadis itu berdiri di sebuah tempat yang
berwarna coklat. Apa ya? Semua makhluk disana berdiri diatasnya.
Setelah teman-temanku
pergi dengan kepuasan, gadis itu terduduk dan menangis. Akupun turun ke bawah
dan memcoba menyapa gadis tersebut. Ia terperangah melihatku, ketika aku
terbang justru ia semakin takut.
Awalnya ia takut
denganku namun aku berusaha meyakinkan dirinya akan membantu dan mengobati
lukanya. Ia mengira aku sosok hantu atau malaikat, namun akhirnya aku coba
jelaskan bahwa aku berasal dari planet Satha. Ia masih belum paham.
Akupun mulai bercerita
panjang lebar dengannya. Namanya Dhania, nama yang biasa. Lambat laun ia tidak
takut lagi padaku. Kami mulai berbincang dengan santai dan mulai berteman. Aku
juga berjanji padanya akan membantu dia ketika ia dikerjai oleh teman-temannya.
Di planet Satha aku tak
mungkin mendapatkan teman sebaik dia, dan tinggal di bumi semakin membuatku
betah. Orang bumi itu baik, walau ada yang jahat tapi tetap saja mereka lemah.
Sekali kibaspun akan musnah karena mereka tak punya kekuatan.
***
Hari berlalu kulewati
kebersamaan dengan Dhania sebagai teman. Wajah kami hampir seumuran, masih
remaja tapi usia kami beda. Dhania masih berusia 13 tahun sedangkan aku 140
tahun tapi sama-sama remaja. Aneh kan? Jaraknya jauh sekali. Waktu di bumi
sangat sebentar sekali, sedangkan di planetku tentu lama. Usia makluk disana
memang ratusan bahkan ribuan.
Suatu hari Dhania
berangkat ke sekolah, aku hanya mengikuti dia dari kejauhan. Khawatir ada yang
tahu. Namun tiba-tiba ia didekati beberapa gerombol teman-temannya, mendorong
dia hingga terjatuh.
“Dhania, pasti lo
sengaja membuat kesalahan waktu ngerjain PR-ku kemarin ya? Pengen gue kena
marah guru?” bentaknya
“Enggak kok Sha.
Mungkin saja aku kurang teliti, aku kecapean karena terus-terusan kamu suruh.”
Dania mulai gemetaran
“Alasan! Ayo guys, kerjain dia!”
Perempuan jahat itu
memerintah teman-teman yang lain untuk memperlakukan Dhania dengan tidak baik.
Akupun segera mendekatinya, dan mencoba menggunakan kekuatanku untuk menarik
mereka agar tidak bisa menyentuh Dhania.
“Hai Sya, kok langkahku
seperti ada yang narik?” salah satu temannya mengeluhkan keadaan dirinya
“Udah gak usah alasan.”
“Aku serius!”
Akupun terbang
mendekati mereka dan menggunakan kekuatanku untuk membuat mereka jera.
“Hantu.. hantu… ampun…”
“Aku beri peringatan
ya? Jika kalian masih mengganggu hidup Dhania. Akan kuhancurkan kalian!”
ancamku dengan posisi tubuhku yang masih melayang di udara
“Baik ampun…” Merekapun
lari tunggang langgang
Aku dan Dhania tertawa,
kucoba olesi luka Dhania dengan Ramuan Rashk, dan seketika itu ia langsung
takjub. Aku hanya tersenyum, walau sebenarnya dalam hati aku bangga. Ternyata
di bumi aku bisa jadi pahlawan.
***
Sudah terlalu lama aku
di bumi, aku ingin kembali ke planetku. Aku mulai berpamitan ke Dhania. Kuberikan
ia separuh ramuan Rashk agar bisa mengobati dirinya dan kuberikan cara untuk
melawan musuhnya. Kusulapkan sebuah bungan cantik untuk dirinya. Pertemanan ini
takkan aku lupakan.
Akupun kembali ke pohon
dimana pertama kali aku turun. Aku mencoba mencari jalan untuk kembali ke
planetku. Dhania melepasku dengan linangan air mata. Sungguh tak pernah aku
dapatkan teman sebaik ini. Terima kasih Dhania, suatu saat kita pasti bertemu.
***
Dalam sekejab aku
kembali di taman larangan, di planet Satha. Aku berlari pulang, pasti
keluargaku mencariku. Tapi ternyata tidak, katanya aku baru keluar beberapa
menit yang lalu. Aneh. Padahal sudah berhari-hari.
Kakek mulai
sakit-sakitan dan tak bisa menemukan ramuannya, aku meminta maaf karena mencuri
ramuan tersebut. Kucoba oleskan ramuan namun sia-sia. Kakek tetap
kesakitan. Ayah dan ibu marah karena aku
berani mencuri ramuan itu.
Sungguh aku menyesal,
apalagi sebagian isi ramuan kuberikan kepada orang bumi. Aku berdoa semoga
keadaan kakek segera pulih. Setelah berhari-hari, keadaan kakek agak membaik.
Aku dihukum keluargaku
untuk tetap di rumah dan harus terus latihan hingga kekuatanku keluar semua,
tak boleh bermain lagi. Aku hanya bisa menerima dengan pasrah.
Namun ada satu hal yang
berharga dari kesalahan yang tak pernah aku lupakan, arti sebuah persahabatan. Sangat
indah. Berharap suatu saat kami akan dipertemukan.
END
By:
Zahara Putri
12
April 2012
06.10
wib
* Terbit di buku Negeri Dongeng
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)
Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad
Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...
