Tuesday, 18 June 2013
JANJI KERETA API
JANJI KERETA API
By: Zahara Putri
Lelaki itu terus menatapku dari
kejauhan, aku tak tahu ada apa dengan diriku. Sungguh aku tak pernah tahu,
kenapa ia terus memperhatikanku? Aku mencoba amati keadaanku, mencoba melihat
penampilanku. Apakah ada yang salah denganku diriku? Namun nyatanya tidak!
Tidak sama sekali.
Aku terduduk di kursi tunggu
di stasiun, kali ini aku pulang dengan rasa kecewa. Harusnya aku bahagia kuliah
di kampus yang aku idamkan, tapi tidak!. Seorang yang kuharapkan tidak ada
disana, bahkan tak satupun teman ada disana. Aku sendirian dan tak ada yang aku
kenal. Kutundukkan kepalaku, dan kurasakan buliran air mataku menetes. Penuh
dengan kekecewaan.
Tiba-tiba suara dari mic petugas kereta api
itu membuyarkan lamunanku, aku tak begitu menyimak. Aku pikir mungkin itu
panggilan kereta yang akan kutumpangi, barangkali saja memang kereta menuju
Bandung akan segera berangkat.
Waduh gimana nih? Tapi kok aku
ragu ya? Aku bingung, tadi apa yang dikatakan petugas ya? Gerbong yang jalur
apa? Duh ... aku tadi terlalu larut dalam lamunan, hingga aku tak
memperdulikan. Kucoba lihat tiket yang aku pegang, tidak ada tulisan jalurnya,
bagaimana ini?
Ada beberapa jalur di kereta
api ini, masing-masing ada jurusannya sendiri, jika aku salah jalur aku bisa
saja kesasar. Kulihat berbondong-bondong orang mulai memasuki gerbong. Aku ikut
bingung. Apakah aku harus mengikuti mereka?
Aku mencoba menanyakan ke
keberapa orang tapi mereka juga sedang kebingungan, aku mencoba menanyakan ke
petugas Kereta Api ternyata mereka terlalu sibuk hingga waktu untuk menjawab pertanyaan
kupun tak ada. Sungguh tega!
”TUT....” Kereta api itu akan segera
berangkat
Akhirnya kulangkahkan kakiku dan memasuki gerbong,
Aku berdiri di dekat pintu gerbong dengan penuh kebimbangan. Namun ketika kereta
mulai berangkat ada seorang yang menarik tubuhku hingga aku keluar dari gerbong
kereta api, aku hanya bisa melongo ketika gerbong itu berangkat dan
meninggalkan aku.
Aku ingin marah dengan orang yang menarik
tubuhku itu, namun ktika aku menolehkan kepalaku. Ternyata dia lelaki yang
selalu mengamatiku waktu itu, maka semakin geramlah aku.
”Apa yang kamu lakukan padaku? DASAR
BODOH! Lihat aku ketinggalan kereta” langsung saja tanpa basa-basi aku marah di
depannya
”Kamu yang bodoh! Lihat saja kereta apa
yang baru kamu naiki itu?” ia justru ikut marah padaku, aneh?!
”Memang kereta apa?”
”Lihat tiket kamu, kamu berangkat jam
berapa?”
”Harusnya sih kurang satu jam” kataku
dengan ragu
”Nah kenapa kamu naik yang sekarang?’
”Habisnya orang-orang berbondong-bondong
naek kereta...” kataku dengan penuh kepolosan
”Terus kamu ikut??” ia menyentakku, duh kenal
aja kagak?? Kenapa harus marah-marah
”Iya”
”Dasar cewek bodoh, makanya aku ikuti
kamu!!”
”Memangnya kamu siapa? Aku gak kenal
kamu!! Kenapa kamu sok peduli denganku?”
”Nih ... ” ia menyodorkan sebuah surat
padaku
Aku membaca sebuah surat dengan tulisan
yang tidak asing bagiku, bukankah ini seperti tulisan masa kecilku? Kenapa ada
di tangan dia? Sebenarnya dia siapa?
Kukembalikan lagi surat itu padanya, tapi
ia tetap memberikannya padaku
”Barangkali kau ingat!”
”Buat apa? Aku tidak kenal kamu! Dan aku
tak membutuhkannya!”
”Bacalah!”
”Aku tidak ada waktu” kataku angkuh
Ada semburat kekecewaan di wajahnya, ia
menyimpan kembali surat yang tadi diberikan padaku dan aku tak peduli. Toh aku
memang tidak mengenalnya! Sama sekali tidak!
Aku menjauh darinya dan memilih duduk
duduk di kursi kosong, tapi ia tetap mengikutiku. Ugh, menyebalkan sekali!
”Kenapa sih kamu mengikutiku?!”
”Aku tidak mengikuti kamu? Aku juga sedang
menunggu kereta ke Bandung!”
”Nah kan kamu memang suka ikut-ikutan?!”
”Aku tidak ikut-ikutan, family aku ada
disana”
”Tapi aku asli Bandung, jadi kamu cuma
mengekor”
”Emang selain orang Bandung dilarang
kesana?” aku mendelik, ih menyebalkan sekali lelaki ini!
Lelaki itu mulai bicara panjang lebar,
tapi tak kuhirauan. Aku mengambil sebuah buku di dalam tasku dan mulai membacanya. Sungguh menyebalkan dengan
lelaki yang sok akrab!
Aku mulai keasyikan membaca, tak kuhirauan
sama sekali lelaki yang ada disampingku. Tidak sama sekali!
TUT...TUT... Suara kereta api.....tapi
entah kenapa aku tak menyadarinya dan tiba-tiba lelaki itu menarik tanganku.
”Cepat kita bisa terlambat!”
”Lepaskan! Kamu menyebalkan sekali...” aku
mencoba menarik tanganku tapi genggamannya terlalu kuat
Sebenarnya siapa sih lelaki ini? Seolah
sudah mengenalku sejak lama, aneh! padahal ini baru pertemuan kami pertama
kalinya. Menurutku sih seperti itu?!
Mau tak mau akhirnya aku menurutinya,
karena di dalam kereta banyak orang berdesakan. Dia memilihkan kami tempat
duduk yang kosong dan menyuruhku duduk dekat cendela. Aku menurut saja walau
dengan tetap memasang wajah manyun.
Sudah kupastikan perjalanan pulang hari
ini pasti sangat menyebalkan, selama kurang lebih 8 jam aku akan berada di
dalam kereta dan harus duduk berdekatan dengan lelaki ini. Fuih.. mungkin lagi
apes saja hari ini!
Tapi ada hal yang aneh ketika ia
menceritakan tentang desanya, masa kecilnya, keluarganya, teman-temannya dan
tentang keadaan kota Surabaya. Cerita itu seperti tak asing bagiku dan aku
merasa bahwa seblumnya aku juga pernah mendapat cerita semacam ini sebelumnya.
Aku menatapnya dan mencoba mngingatnya
tapi tetap tak aku ingat, sebenarnya lelaki ini siapa? Kenapa aku seolah-olah
sudah mengenal dirinya sebelumnya ya?? Siapa?!
”Kenapa kamu menatapku seperti itu” aku
terkesiap, sungguh aku tak menyadarinya
”GR kamu! Aku lagi menatap keluar kok” aku
mencoba mencari alasan
”Jelas-jelas tatapanmu ke aku”
”Gak kok! wekz” kujurkan lidahku,
Ke-PEDE-an nih cowok!
Aku mulai memandang keluar, masih lama
perjalanan kali ini. Jika aku tetap cuek dan mengajak musuhan lelaki disampingku
apa untungnya juga buat aku? Toh ia baik padaku walau sok perhatian dan agak
menyebalkan. Ia selalu menawarkan makan, minum, tanya keadaanku dan tanya
apapun.
”Kok kamu gak tanya namaku?”
”Untuk apa?”
”Biar kamu mengingatku!”
”Emang kamu siapa?” kataku sinis
”Vallent!”
Ih... maksudku bukan tanya namanya, maksud
aku tadi emang dia siapa kok aku harus tanya namanya dan ngapain juga mengingatnya,
kenal saja juga baru! Ah sungguh menyebalkan nih cowok, lupakan!.
Waktupun terus berjalan, ia terus saja
mengajakku ngobrol dan banyak hal - hal yang kami lakukan. Selang beberapa lama
aku mulai mengantuk tak bisa aku tahan rasa kantuk ini. Ia mulai terdiam dan
membiarkan aku tenang. Syukurlah, setidaknya aku tidak mendengar ocehannya itu
yang seperti tukang jamu!
***
”Rani cepat ....” serunya setengah
berteriak
”Iya Vallent bawel!” aku berlari-lari
kecil kearahnya
”Yuk...” ia menggandeng tanganku
Kami berdua beriring ke sebuah stasiun kereta
api. Vallent yang masih berusia 12 tahun menggandeng erat tanganku dengan
hangat.
”Suatu saat kita akan bertemu disana” ia
menunjuk kereta api yang melintasi kami
”Kenapa?”
”Karena kita akan pergi jauh”
”Aku tidak pergi kok” wajahku muram
”Pasti kita akan pergi!” aku yang masih 10
tahun benar-benar tidak mengerti apa yang ia ucapkan
”Kita akan naik kereta bersama, dan aku
pasti menunggu kamu disana!”
”Kenapa kita tak berangkat bersama?”
”Karena kita terpisah”
”Kenapa?” tanyaku polos
”Berjanjilah kita akan bertemu?” ia
memberikan jari kelingkingnya padaku
”Iya aku berjanji!” kulingkarkan jari
kelingkingku ke jarinya
Walau aku tak faham apa yang ia ucapkan
namun aku tetap mengiyakan apa yang yang dikatakan Vallent kecil padaku, karena
aku tak ingin berpisah.
TUT... TUT... TUT....bunyi kereta mulai
terdengar lagi di telingaku dan menjadi samar-samar. Aku merasakan ada yang
menepuk pundakku
”Bangun Ran, kita sudah sampai!”
Aku mengerjapkan mataku. Ya Tuhan...
ternyata aku hanya bermimpi, mimpi di masa kecil. Aneh sekali mimpiku. Aku
mulai membuka mataku, kuperhatikan sekelilingku. Aku masih berada di dalam
kereta bersama dengan lelaki asing yang sok akrab denganku.
”Apa posisi duduk kamu akan seperti ini
terus? Menikmati sekali ya? Tapi pundakku capek nih ....”ia menatapku dan
tersenyum
Aku terkesiap dan langsung menarik diri, duduk menjauh dari
dirinya. Memalukan sekali. Apa yang terjadi ya ketika aku tertidur tadi?
Jangan-jangan ia macam-macam?! Kok bisa-bisanya aku tertidur dipundaknya?!
”Maafkan aku...” kutundukkan kepalaku
”Kamu cantik juga ya kalau tertidur?” ia
menggodaku
Kucibirkan mulutku dan mulai kuperhatikan
orang-orang di sekitarku. Kenapa semua berburu dan berbondong-bondong hendak
turun? Apakah sudah sampai??
”Ingin tetap duduk disini?!” tanyanya
”Apa?”
”Ayo...”
Sekali lagi lelaki yang bernama Vallent
itu menarik tanganku, namun kali ini genggaman tangannya begitu lembut dan
hangat. Seperti di dalam mimpiku. Aku tak menolak genggamannya, kubiarkan
begitu saja. Sangat hangat ... kutatap punggungnya. Lelaki ini benar-benar baik
padaku.
BUG!! Tiba-tiba seorang lelaki yang
berperawakan besar dengan membawa bawaanya yang berat dan besar menabrak kami.
Vallent hampir terjatuh dan aku terdorong ke belakang. Untung Vallent
berpegangan pada penyangga kursi di belakangku, ia menarik tanganku dan menopang
tubuhku dengan tangan kirinya.
Saat itu wajah kami begitu dekat, hanya
berjarak beberapa centi saja. Dadaku berdebar, jantungkupun berdetak keras dan
berpaju. Ya Tuhan..kenapa ada perasaan semacam ini?!
Kami saling berpandangan, baru kali ini
aku mendapati sorot matanya yang lembut dan senyumnya yang indah. Dag dig
dug... pertanda apa ini? Debaran ini?!
”Kamu tidak apa-apa?” ia tetap menatapku
penuh perhatian
”He emz” kuanggukkan kepalaku dan
kurasakan dadaku tetap berdebar
”Yuk kita turun!”
Ia menggenggam tanganku sekali lagi, kini
aku hanya bisa tertegun. Tak mampu berbuat apapun. Hangatnya genggamannya
membuatku tak mampu berbuat apapun. Rasanya aku ingin selamanya dalam
kehangatan genggaman ini. Kami terus berjalan hingga depan stasuin dan aku
masih tetap membisu.
”Mungkin sudah saatnya kita berpisah?”
”Apa?” entah kenapa ada rasa kehilangan
ketika ia menyatakan hal itu
”Tapi kita akan bertemu lagi, berjanjilah
kita kan bertemu?” tanyanya
”Apa?” aku masih bingung dengan apa yang ia ucapkan
”Bawalah surat ini, mungkin kamu akan
mengingatku” ia tetap memaksaku membawa surat jelek dan tidak menarik itu tapi
aku tak bisa menolaknya.
”Aku tunggu kamu di stasiun Gambir”
”Apa?”
”Janji?” ia menyodorkan jari kelingkingnya
kearahku
Aku mengingat mimpiku, kata yang hampir
sama diucapkan oleh Vallent kecil bahkan perbuatan yang sama. Sungguh sangat
aneh.
Tanpa aku sadar, tiba-tiba jari
kelingkingku melingkarkannya di jarinya. Oh ini apa? Bukankah ini sebuah janji??
”Aku akan menunggu...” jawabnya dengan
penuh kelegaan
ia menatapku dan tersenyum, meninggalkan
aku yang masih dalam keadaan bingung. Ini sangat aneh... mimpi itu dan
perbuatannya... senyum itu... kehangatan genggamannya ... sangat aneh!
***
Aku mengobrak-abrik beberapa kardus di
bawah dipanku. Pasti aku bisa menemukan jawaban dari pertanyaanku, pasti surat
yang diberikan Vallent ada hubungannya dengan masa laluku, tapi apa?
Tiba-tiba aku menemukan Sebuah kardus yang
usang dan berdebu. Aku mulai membuka kardus itu dengan hati-hati. Ternyata
disana kudapati tumpukan surat. Aku coba baca satu persatu, cerita yang ada di
surat sama dengan yang diceritakan Vallent ketika di gerbong kereta api. Kubaca
nama dibawah tulisan. Vallent. Kucoba
membaca semua semua surat dan semuanya dari Vallent.
Disana aku juga menemukan foto, wajah
Vallent di masa kecil saat ia berusia 12 tahun, tampan ... seperti di dalam
mimpiku. Ingatanku mulai tersadar aku kembali ke memori masa laluku.
Vallent... iya.. Vallent adalah sahabat
penaku semasa SD hingga SMP. Kami berkenalan lewat majalah Bobo, kami tak
pernah bertemu sama sekali. Tapi kami begitu akrab. Ia selalu menceritakan
banyak hal tentang dirinya, keluarganya sekolahnya dan kotanya. Kami begitu
akrab, bahkan ketika aku curhat aku hanya percaya pada Vallent. Disana aku juga
menemukan beberapa foto Vallent, bahkan foto Vallent ketika masa SMU juga ada.
Itu foto terakhir yang ia berikan padaku juga surat terakhir.
Semenjak
aku memasuki bangku SMU aku mulai berhenti menulis surat ke Vallent, aku merasa
bosan karena selama 5 tahun kami korespondensi sama sekali tak pernah bertemu.
Apalagi ketika masa SMU aku mengenal sosok Rendy yang lebih nyata dan menarik,
maka semenjak itu aku benar-benar melupakan Vallent.
Aku mengambil surat yang diberikan Vallent
kemarin di kereta, ternyata ini memang surat dariku untuk dia. Aku membacanya.
Ini janjiku padanya untuk bertemu. Ya... ternyata kami pernah berjanji untuk
bertemu dan bersama-sama naik kereta api karena kami sama-sama suka naik kereta
api. Sungguh aku tak pernah menyangka, ternyata Vallent masih menungguku, sedangkan
aku? Aku telah mulupakan janji masa kecilku!
Ya Tuhan... sungguh aku merasa bersalah...
Vallent ternyata memegang janjinya, ia tetap menungguku. Ia menungguku di
Stasiun Gambir, menyambutku karena aku akan datang ke kotanya.
Aku ingin sekali menemuinya, aku ingin
menpati janjiku yang sempat aku lupakan. Sungguh maafkan aku... Maaf karena
pernah menepiskan dirimu dari hatiku.
***
Kota Surabaya... kota yang sangat aku
benci karena begitu pengap! Tapi sekarang tidak, sungguh aku tak sabar ingin
segera sampai disana. Aku ingin menemui cinta pertamaku. Yah... lelaki pertama
yang mebuatku bisa jatuh cinta.
Perjalanan jauh yang aku rasakan kini
seolah tak berarti, sungguh aku tak sabar bertemu dirinya. Sesampai di stasiun
aku dongakkan kepalaku, masih tak kudapati sosoknya. Mataku terus menerawang,
berharap menemukan sosoknya. Tapi ternyata tidak! Ia tidak ada!
Fuih... kuhembuskan nafasku penuh dengan
kekecewaan. Ia tak datang... apakah ia kecewa karena perbuatanku di kereta
waktu itu? sungguh maafkan aku yang
telah melupakanmu. Maafkan aku!
Aku langkahkan kakiku goyah, barang
bawaanku semakin terasa berat. Menetapkan kos di Surabaya dan kuliah disini
memang sudah menjadi keputusanku. Tuhan ..... aku ingin bertmu dia sekali lagi
... tolong pertemukan kami!
Tiba-tiba saja aku merasakan ada seseorang
yang yang mengambil barang bawaanku, aku sangat terkejut. Aku berfikir ia
pencuri seperti yang diceritakan temanku bahwa di Stasiun Gambir itu rawan,
banyak penjahat. Namun ternyata ....
”Gadis secantik kamu pasti sangat
kelelahan membawa barang seberat ini! Biar aku bwakan ya?” ia tersenyum menatapku
”Vallent....” Aku menatapnya takjub,
bahagia sekali
”Akhirnya kamu datang juga ya?”
”Maafkan aku ...”
”Kau sudah mengingatku?”
”Iya” kuanggukkan kepalaku dan ia
membalasnya dengan senyum terindahnya
”Yuk!”
Vallent menarik tanganku, dan
menggenggamnya erat tanganku. Mengajakku berjalan beriring. Perjalanan yang
berat ini tak lagi aku rasakan, rasa lelah kini berubah menjadi semangat yang
berpacu. Terima kasih Vallent atas segala penantian dan cinta yang kau berikan.
Kini janji masa kecil akhirnya kita
tepati, dan aku takkan melepaskan genggaman hangat jemarinya. Tak akan!
By:
Zahara Putri
Sabtu,
30 Juli 2011. 18. 00 WIB
*Terbit di buku antologi Surabaya Whatever love
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad
Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...
No comments :
Post a Comment