Tuesday, 18 June 2013
KETAMPANAN RESTA
KETAMPANAN
RESTA
By: Zahara Putri
Namaku
Resta, aku terlahir sebagai perempuan. Dan aku membenci diriku yang sekarang.
Aku tak bisa seperti teman-temanku yang lainnya. Seperti perempuan atau lelaki
pada umumnya. Jika aku dikatakan perempuan tapi anehnya aku tak suka shoping,
aku tak suka berdandan terlebih lagi aku tak suka hal-hal yang berbau perempuan.
Bagiku terlalu lemah. Jika aku lelaki kenapa aku terlahir sebagai perempuan?
Jenis kelaminku perempuan dan aku tak bisa merubahnya.
Sebelum
ibu mengandungku, dia menginginkan anak lelaki namun yang keluar justru aku.
Karena keinginannya yang tinggi untuk memiliki anak lelaki, dari kecil aku
selalu diperlakukan sebagai seorang lelaki. Hingga kini aku tumbuh dengan jiwa
lelaki.
Tak
pernah aku memakai rok, gaun atau apapun pakaian perempuan, tak sudi pula
menggunakannya. Rambutku juga selalu pendek. Orang katakan aku tampan dan aku
bangga dengan julukan itu. Resta yang tampan. tak ada seoragpun yang mengatakan
aku cantik, atau mengakui bahwa aku seorang perempuan.
“Res, bisa kamu antarkan catering ke alamat ini?!” ibuku
memberikan sebuah alamat pemesan catering-nya
Setelah ditinggal ayah, ibu bekerja
sebagai penjual catering. Cukup
sukses. Dari sanalah ia bisa menghidupiku, bahkan membiayai sekolah hingga
kuliahku. Mau tak mau tentu aku harus membantunya, sebagai anak yang berbakti.
Kunyalakan sepeda motorku dan
mulai melaju ke alamat yang tertuju. Kali ini perrjalanan cukup jauh, entah
kenapa ada seorang yang mau memesan makanan dengan jarak yang cukup jauh. Mahal
diongkos kalau menurutku dan tentunya gak praktis.
Sejam berlalu, kupenjet bel di
sebuah almat yang telah tertulis di lembara yang diberikan ibu.
“Iya, siapa ya?” seorang gadis
ayu nan lembut keluar menatapku
Entah kenapa tiba-tiba aku
merasakan debaran ketika melihatnya, gadis itu memberikan senyuman termanis
yang tak pernah kudapatkan dari gadis manapun. Bahkan dirikupun tak mungkin
seperti itu.
“Eh.. catering..” kusodorkan dengan rasa gugup
“Oh
pesanan Mama, iya makasih”
Aku
masih tetap berdiri mematung dan hanya bisa melihatnya. Entah kenapa kakiku tak
ingin beranjak dari tempat itu.
“Anda
mau masuk dulu?” tanyanya dan aku terdiam
“Masuklah,
Biar aku suguhkan minuman.” ia mempersilahkanku masuk
Dan
sekali lagi entah kenapa aku mengikuti apa yang ia ucapkan. Akupun
terduduk di sofa empuk. Kuamati sekeliling. Beberapa figura terpasang indah
disana, ada foto dirinya. Sangat cantik.
“Pasti sangat lelah
mengantarkan sejauh ini, maaf ya merepotkan?”
Gadis itu keluar dengan segelas
air minum di atas nampan yang ia bawa. Kuanggukkan kepalaku, lantas ia
tersenyum. Semakin cantik.
Aku tak terlalu banyak bicara, justru
dia yang terus berbicara. Aku terlalu malu dan sangat aneh, aku yang biasanya
macho menjadi malu di hadapan dirinya.
Sepulang dari rumahnya, aku tak
bisa melupakan bayangan dirinya. Gadis cantik dengan pesolek yang sangat ayu
dan perilaku yang lembut itu bernama Ratih.
* * *
Hari ini aku terpaksa harus ke
Mall, bukan karena aku harus shopping seperti layaknya perempuan lainnya. Tapi
aku hanya mengantarkan catering yang dipesan disana. Setelah selesai, pasti aku
akan segera pulang.
Namun langkahku terhenti ketika
mendapati sosok perempuan yang tak asing bagiku, kucoba mendekati dirinya
ketika ia hendak turun tangga escalator.
Nampak ia tidak nyaman dengan sepatu yang ia kenakan, aku khawatir akan terjadi
apa-apa jika ia terus konsen dengan sepatunya.
Dan HAP … Secepat kilat aku
berlari ke arahnya berusaha menahannya agar dia tak terjatuh. Apa yang ada dalam pikiranku
ternyata terjadi juga. Gadis itu tertahan dalam pelukanku, ia begitu ketakutan.
Saat itulah mata kami beradu pandang. Ada
deguban yang luar biasa ketika ia menatapku, sekali lagi. Tatapannya dan
debaran ini.
“Terima
kasih ya?” ia mulai melepaskan pelukannya dengan malu
“Iya.”
“Kamu kan…?” ia menunjuk ke
arahku
“Resta.”
“Iya, aku masih ingat.” ia
tersenyum ke arahku
Akhirnya kami berdua mulai
berbasa-basi, ngomong ngalor ngidul sambil mengitari jalan di Mall. Ah, entah
kenapa aku ingin waktu ini tidak segera berlalu. Aku ingin terus mendengar suaranya
yang lembur dan melihat senyuman indahnya itu.
Mall bukan tempat yang aku
sukai, tapi bersamanya kudapatkan kenyamanan disana. Ratih Kumalasari Ratri.
Nama yang bagus, benar-benar nama orang yang Jawa yang kalem sesuai dengan
perangai dirinya yang santun.
* * *
Kini aku mempunyai aktifitas
baru, sering bermain ke rumah Ratih dan pastinya komunikasi di hp takkan
terhenti. Ia gadis yang menyenangkan, ketika sms, telpon apalagi ketika bertemu
secara langsung. Akan membuatku bertahan tetap disampingnya.
Karena sering bertemu dan komunikasi
kami menjadi semakin akrab, apalagi aku punya alasan datang ke rumahnya.
Mengantarkan catering. Betapa
pintarnya alasanku. He.
Perlakuan Ratih padaku juga
semakin baik dan sangat perhatian, entah aku GR atau kepedean namun aku
merasakan Ratih juga mempunyai perasaan lain pada diriku. Sesekali kudapati
dirinya malu-malu ketika berbicara padaku atau terkadang mencuri pandang.
Seperti yang kulakukan.
Suatu hari aku mencoba
memberanikan diriku untuk mengajakku keluar, semacam kencan. Yah, dan aku
sungguh terlupa siapa diriku. Yang kurasakan aku Resta seorang lelaki sejati
dengan ke-gentle-lannya, yang kini tengah dilanda asmara.
Dan sungguh tak pernah aku duga
tanggapan Ratih akan ajakanku, ia menerima dengan wajah sumringah. Nampaknya ia
menantikan akan hal ini.
“Serius Ra?” kuulangi
kata-kataku setengah tak percaya
“Iya…” ia anggukkan kepalanya
sambil tersenyum padaku
“Eh kalau begitu.. kita ke.. “ aku mulai gugup
“Terserah kamu, lelaki yang
berhak menentukan tempatnya.”
“Oh, iya.”
Maafkan aku Ra, bukan aku
bermaksud membohongimu tapi tidak ada yang salah dengan cinta. Jadi aku ingin
perasaan ini terus mengalir di antara kita berdua. Tanpa peduli jenis kelaminku
apa. Yang kurasa aku hanya ingin bersamamu.
* * *
Kami berdua berjalan bersama,
mengitari taman. Dalam canda riang tawanya, senyumnya yang menahan. Kami makan ice cream berdua, menikmati keindahan
taman kota berdua dan melewatkan waktu
berdua.
“Eh lihat, ada pertunjukan
disana!” Ratih menunjukan sebuah pertunjukan musik di jalanan yang sedan ramai
dikelingi pengunjung
“Mana?”
“Ayo kesana!” tiba-tiba ia
menarik tanganku dan mengajakku berlari kecil arah yang ia tuju
Dadaku berdegub kencang, tapi
aku sangat menyukai suasana ini. Aku mengikutinya dan ketika disana aku
merusaha melindunginya dari keramaian orang. Ya, bagaimanapun aku ingin ia
baik-baik saja dan tidak terluka karena terus berdesakan dengan penonton yang
lain.
“Sangat ramai sekali, Ra.” kataku
“Iya, tapi keren. Jarang-jarang
aku melihat pertunjukan seperti ini di jalan.”
“Iya, mereka musisi jalanan
yang keren.”
“Iya.”
Ratih terus terkesima dengan
permainan biola musisi jalan tersebut, suara vokalisnya yang merdu dan beberapa
orang yang mulai menari mengikuti alunan musik yang terus mengalun. Sangat
padan sekali. Mereka memang benar-benar keren.
Ratih mencoba melepas
tangannya, namun aku cegah dan menggenggamnya lebih erat. Ia menatapku lalu
tersenyum dengan malu. Dan selama pertunjukan itu kami terus bergandengan
tangan selayaknya sepasang keasih.
Waktupun berlalu, ketika malam
menjelang aku mulai mengantarkan dia pulang. Aku mengantarnya tepat di rumahku,
namun entah kenapa aku tak ingin beranjak dari tempat itu
“Kenapa Res?”
“Eh.. eh..”
“Apa?”
“Ra, apakah kita bisa seperti
hari ini lagi?”
“Tentu, jika…” Ratih mencoba
membuat sebuah kaliamat yang menggantung
seolah menyuruhku melanjutkan apa yang ia katakan
“Apa?”
“Kamu duluan!”
“Harus aku?”
“Lelaki duluan bukan?” aku
merasa seperti membohongi diri sendiri dan dirinya tapi aku takkan mungkin
jujur untuk momen yang saat indah ini
“Seperti selayaknya kekasih
mungkin?!”
“Apa? Maksud kamu… kamu meminta
menjadiku kekasihmu?”
“Kamu mau?”
Sekali lagi, ia tersenyum dan membuatku
semakin gemas. Menunggu adalah waktu yang sangat menegangkan di saat seperti
ini.
“Bagaimana?”
“Serius?”
“Aku tak pernah main-main.”
kataku mantap
Ia anggukkan kepalanya, lalu
berlalu ke dalam rumahnya dengan perasaan yang sangat malu. Aku tersenyum puas.
Yes! Perasaanku kali ini terbalaskan.
* * *
Hariku kini penuh warna, tak
ada yang lebih indah selain berada disisinya. Ia semakin perhatian. Kekasih
yang baik, setidaknya aku akan terus merasakan kenyamanan ketika berada di
sampingnya.
Kami selalu meluangkan waktu
untuk menghabiskan hari libur berdua, ke taman kota, tempat wisata atau hanya
sekedar makan malam. Dan jika kami sama-sama sibuk kami akan menyempatkan makan
siang berdua. Atau jika aku sibuk dengan kuliah dan dia dengan sekolahnya kami hanya
bisa menyempatkan diri untuk sms dan telpon saja, setidaknya memberi kabar.
Suatu hari tiba-tiba ia
mengampiriku dengan penuh amarah. Sungguh aku tak tahu kenapa ia begitu marah
dan ini pertama kalinya kulihat wajah kekasihku yang begitu lembut menjadi
meletup-letup.
“Kamu kenapa Ra?”
“Kamu pembohong!”
“Aku tak pernah membohongi
kamu”
“Sudah hentikan sandiwaramu.
Pantas saja aku mendengar desas-desus tentangmu, aku mendapat gunjingan tidak
enak dari tetanggamu. Sekaran aku sudah tahu jawabannya.”
“Apa maksud kamu? Coba
jelaskan! Dan jika aku punya salah sungguh aku minta maaf.”
“Kamu pandai ya menyembunyikaini
semua?”
“Jelaskan dong Ra!”
“Ini!” Raih melemparkan sebuah
KTP yang selama ini aku cari
Beberapa hari yang lalu KTP itu
memang hilang, bahkan aku berfikir akan membuat baru. Tapi entah kenapa
tiba-tiba ada di tanganya
“Kenapa bisa ada di kamu?”
“Tertinggal di rumahku dan yang
sangat mengejutkan disana tertera jenis kelamin kamu. Sebegitu besar kamu
membohongiku?”
Ya Tuhan, akhirnya terbongkar
juga. Rasanya ingin sekali aku mengganti jenis kelaminku saat itu.
“Biar aku jelaskan Ra?”
“Tak perlu dijelaskan. Aku juga
sudah tahu dari berapa teman dan tetangga kamu. Aku sudah tahu semua.”
“Maafkan aku…”
“Kita putus!”
“jangan Ra, aku cinta sama
kamu”
“Aku jijik mendengar ucapan
cinta dari sesama jenis.”
“Tapi Ra…”
“MENJAUH DARI KEHIDUPANKU!!”
Ratih begitu marah. Lalu iapun
berusaha pergi. Tak peduli teriakanku. Bahkan ketika aku kejar ia semakin
marah. Ia benar-benar jijik melihatku. Kutarik tangannya, tapi ia berontak.
“LEPASKAN! AKU BENCI KAMU. AKU
JIJIK….” Ratih menangis
“Ra…”
Ia menatapku, dengan amarahnya.
Tatapan yang begitu meletup-letup. Ia memukulku, aku hanya terdiam. Sungguh
maafkan aku. Lalu iapun benar-benar pergi dalam linangan air matanya dan segala
kesedihannya.
* * *
Ratih tak bisa lagi dihubungi.
Bahkan ketika aku ke rumahnya ia tak mau menemuiku. Beberapa minggu setelah
kejadian itu Ratih tak bisa lagi kutemui. Bahkan beberapa bulan setelahnya ia
benar-benar menghilang. Ratih melanjutkan kuliah di luar kota dan aku tak tahu
dimana letaknya. Tak ada yang memberi tahuku, nampaknya ia benar-benar ingin
menghilang dari kehidupanku.
Hariku serasa sepi. Sakit yang
terasa ketika ia benar-benar menghilang. Namun apa daya diriku? Ini kesalahanku
dan aku tak bisa menyalahkan takdirku. Aku tak mungkin operasi jenis kelamin,
lagipula apapun yang kulakukan ia sudah membenci dan menghilang dari
kehidupanku.
Akupun akhirnya mulai menyibukkan diri dengan
kuliahku, mulai sibuk skripi. Aku ingin segera selesai kuliah ini agar aku bisa
cepat kerja dan membantu ibuku. Meringankan bebannya, agar ibu tak lagi begadang
demi mencari uang. Menerima orderan catering
dalam jumlah yang banyak.
Bayangan Ratih mulai
menghilang, aku bertekad melupakan dia. Aku mencoba menerima takdir
ini. Biarlah aku menjadi perempuan seutuhnya. Aku ingin hidup normal. Tak ada yang
salah dengan cinta namun tak selamanya cinta bersatu. Aku tak boleh melawan
takdir. Aku harus kembali ke fitrahku. Manusia diciptakan berpasangan, antara
lelaki dan perempuan. Harusnya aku mencintai lelaki. Andai saja…
Setelah lulus kulian aku mulai
menyibukkan dengan kerja, dan bayangan Ratih sudah berlalu. Aku benar-benar
ingin melupakan dia. Kumantapkan pada diriku, aku ingin menjadi seorang
perempuan. Aku
takkan pernah bohong dan malu akan jenis kelaminku. Sesungguhnya aku adalah
perempuan sejati
* END *
Malang,
5 Maret 2012
06. 15 wib
Subscribe to:
Post Comments
(
Atom
)
Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad
Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...
No comments :
Post a Comment