Penulis fiksi dan non fiksi. Menggoreskan karya dalam tulisan, agar dibaca banyak orang dan bermanfaat.

Followers

Technology

Catatan

Tuesday 18 June 2013

BAYANG KEMATIAN

No comments :


BAYANG KEMATIAN

Bayangan hitam itu terus mengikuti di setiap langkahku, aku tak tahu apakah, tapi bayangan itu membuatku begidik ngeri. Hawa dingin begitu menyergap, tubuhku menggigil. bayangan itu terus mengejarku. Ya Tuhan, sungguh aku takut.
Rasanya aku tak bisa membedakan antar mimpi dan nayataku, semuanya terasa menakutkan, selalu menghantui. Apa? Ada apa? Seolah hal buruk akan terjadi padaku, sungguh aku tak tahu, aku hanya bisa merasakan bahwa aku sangat ketakutan olehnya.
***
UHUK…
Aku terus terbatuk-batuk, ingin aku cegah tapi aku semakin kesulitan untuk bernafas. Sungguh malu jika aku terus-terusan batuk di dalam kelas, disaat guru sedang menerangkan. Aku mencoba untuk izin keluar kelas, namun ketika aku kembali ke dalam kelas batuk itu terus menyerangku. Ya Allah … kenapa hanya sekedar batuk saja sungguh menyiksa? Alangkah indahnya kenikmatan sehat itu.
Besok-besoknya aku masih suka terbatuk batuk, aku pikir aku hanya mengalami batuk biasa, mungkin dalam 1 minggu juga kelar. Aku membeli obat batuk biasa di warung. Namun nyatanya sia-sia, semua obat yang kuminum tak ada yang mempan. Aneh sekali! Hingga 1 bulan aku terus mengalami batuk yang sangat menyiksa. Ini sakit apa? Aku berharap ini bukan yang yang serius.
Semakin hari aku merasakan tubuhku semakin melemah, entahlah kenapa akupun tak tahu. Tak kukatakan pada ke dua orang tuaku, aku hanya terdiam. Ketika mereka bertanya aku hanya menjawab lagi kecapain, dan yang sungguh mengherankan tubuhku sering demam tinggi.
Aku tak pernah menyadarinya, dan aku tak ingin memanjakan penyakit yang akan datang padaku, tak begitu aku rasakan. Mungkin hanya semntara. Namun aku baru mnyadari pada suatu hari aku bersalaman dengan temanku
“Tanganmu kenapa panas sekali?”  tanya temanku
“Oh ya? Benarkah?” aku memegang tanganku
“Kamu sakit ya?”
“Apa?”
“Lihatlah wajahmu pucat sekali?”
“Benarkah?” aku memegang dahiku dan melihat wajahku di kaca
“Kalau kamu sakit, ijin saja gak usah masuk sekolah khawatir nanti kamu pingsan.”
“Oh iya, terima kasih ya?”
Setelah kejadian itu demamku semakin parah dan batuk terus menyerangku, tubuhku sangat lemas. Bahkan ketika di dalam rumah batuk itu juga tak mau kompromi.  
UHUK-UHUK
Aku terbatuk lagi. Namun bukan riak seperti biasanya yang aku keluarkan. Darah! Tuhan …  aku takut sekali. Segera aku bersihkan darah di lantai kamar mandi.
“Nduk kamu sakit ya?’ tanya bapak pada suatu hari
“Tidak apa-apa.”
“Tidak apa-apa gimana? Nanti ikut aku, biar Bapak ajak ke dokter.”
“Saya tidak apa-apa. Cuma sakit biasa.”
“Itu tetap harus diperiksanakan.”
“Gak papa Pak, nanti kalau emang saya mengeluh lagi baru periksa, saya tidak apa-apa.”
Bapak terus mendesakku tapi aku tetap ngotot tidak mau diperiksakan. Aku takut jika nanti jawaban dari dokter adalah suatu penyakit yang sangat aku takutkan, aku juga tidak mau kedua orang tuaku khawatir akan keadaanku.
Walau kedua orang tuaku sudah mulai curiga akan wajahku yang pucat paci dan sering batuk tapi sekali lagi aku tetap bersikeras bahwa aku baik-baik saja.
Tepat di malam hari ketika keluargaku sedang kumpul di rumah dan juga beberapa pamanku datang ke rumah aku hanya bisa menemuinya sebentar lalu kembali masuk kamar. Hari ini begitu sangat letih dan lemas sekali, rasanya kepalaku juga pusing. Batukpun terus menyerang.
Namun ketika aku hendak melangkahkan kaki ke kamar rasanya semua menjadi gelap dan beberapa bintang melingkar di kepalaku, pusing sekali. Saat itu bapakku ada disana, beliau menahan tubuhku yang hendak roboh.
“Kamu kenapa Nak?”
“………” aku tak bisa menjawab apapun
Bapak dan ibu begitu khawatir dengan keadaanku, begitu juga dengan semua keluarga. Akhirnya aku dilarikan ke dokter umum untuk diperiksakan. Dan yang lebih menyedihkan aku tak segera ditangani, karena ternyata pasien yang akan periksa juga banyak, aku harus ikut mengantri. Kepalaku terasa pening dan apa yang kulihat seolah berputar. Duh Gusti, aku kenapa? Ini sangat menakutkan bagiku. Bapak terus menahan tubuhku, dengan wajah penuh kekhawatiran bapak terus disampingku.
Beberapa jam kemudian aku bisa masuk ruangan, dokter itu memeriksa tubuhku, melihat lidahku, mataku dan entahlah banyak sekali yang ia periksa.
“Sudah berapa lama mengalami batuk?’
“Satu bulan lebih Dok.”
“Sudah pernah diperiksakan?”
“Belum.”
“Harusnya diperiksakan, Kalau sudah begini kan bisa membahayakan.”
“Iya Dok.”
“Saya tidak bisa memastikan secara pasti, saya hanya menyarankan agar segera ronsen untuk memastikan penyakit kamu.”
“Iya.”
“Batuk kamu berdarah ya?’
“Iya, kadang-kadang.”
“Nah ini dia, harus segera diatasi. Aku rasa ini sudah cukup parah. Membiarkan penyakit yang harusnya bisa dicegah sebelumnya.”
“Iya Dok, makasih.”
Setelah diperiksanakan bapak terus membopong tubuhku dan membelikan aku susu untuk memberikan tenaga pada tubuhku. Bapak, terima kasih. Sungguh kau begitu mengkhawatirkan anakmu, dan sungguh aku takkan bisa menggantikannya.
***
Beberapa hari aku terus menuruti Bapak, Aku pergi ke rumah sakit untuk periksa, ronsen dan lain sebagainya. Sangat melelahkan tapi aku turuti saja demi kesembuhanku.
Dan aku harus menunggu hasil ronsen setelah beberapa hari. Namun tubuh semakin lemah, dan berakhir dengan aku merasa tidak bisa berjalan. Aku hanya mampu tertidur saja.
Keluargaku terpaksa membopongku dan membawaku ke rumah sakit. Kedua orang tuaku tidak mengatakan apa nama penyakitku tapi aku yakin penyakitku semakin parah. Aku di opname di rumah sakit selama 1 bulan. Dalam kurun waktu itu aku begitu tersiksa.
Aku melihat sekelilingku, melihat teman teman-teman sekamarku, satu persatu banyak yang meninggal. Apakah ini memang ruangan bagi orang yang mempunyai penyakit yang sangat parah?
Dua hari sekali dokter mengambil sebuah cairan di dalam tubuku sebanyak 1 liter. Ketika dokter itu masuk ke ruanganku aku selalu takut akan jarum suntik yang sangat besar yang selalu ia bawa. Tapi karena wajahnya yang cantik dan ia selalu menghiburku dan aku mencoba menahan rasa sakit itu.
Aku tak bisa bayangkan betapa sakitnya penyakitku dan entah berapa kali jarum suntik menempel di tubuhku. Mengambil penyakitku, menginfus aku dan memberikan cairan, hampir semua dengan jarum suntik. Sungguh jarum suntik itu sangat menakutkan bagiku.
Hal yang paling aku takuti ketika sakit adalah obat, makanan dan jarum suntuk. Bagiku itu adalah momok yang menakutkan dan aku sangat tersiksa akannya. Dalam satu minggu aku tidak diperbolehkan untuk makan, hanya diberikan cairan lewat infus. Namun ketika aku diprbolhkan makan, aku sangat membenci makanan, semuanya menjadi tidak enak dan sangat sakit ktika aku harus memasukkan makanan ke tubuhku.
Ibuku terus disampingku, tertidur di dekat kasurku. Ibu selalu menuruti apa yang aku pinta, ibu juga selalu melayani apa yang aku butuhkan. Ibu, sungguh aku takkan pernah bisa membalas kasih sayang seorang ibu. Maaafkan aku karena telah membuatmu bersedih akan keadaan yang terjadi padaku.
Pada suatu hari aku merasakan sakit yang luar biasa, sakitttt… sekali. Aku tak tahu kenapa begitu sakit. Lebih sakit dari sakit hati dan lebih sakit dari segala penyakit apapun. Aku mengerang kesakitan. Bapak dan ibuku begitu mengkhawatirkan.
“Bapak, tolong ikat tanganku!”
“Apa maksudmu Nak?”
“Tolong… sakit sekali….aku gak kuat…”
Waktu itu ibu ada disampingku pula, ia berhambur memelukku dan menagisiku. Bapak berlari memanggil dokter untuk melaporkan keadaanku. Dan aku terus mengerang kesakitan.
Bagiku ini memang sangat sakit, aku merasa sangat tersiksa… sangat!
“Ya Allah, jika kau hendak mencabut nyawaku, aku ikhlas tapi jangan jadikan siksaan ini begitu lama, sungguh aku tidak sanggup!” aku meneteskan air mataku di dalam doaku dan ibuku masih terus menangis dengan terus memelukku.
***
Setelah satu bulan berlalu aku diperbolehkan dokter untuk pulang, melanjutkan obat jalan di rumah. Aku pikir aku sudah sembuh namun ternyata tidak, belum seminggu aku pulang penyakitku kambuh. Sakit itu menyerangku terus dan terus menyerangku.
Bayangan hitam yang biasanya menghantui aku kini menjadi semakin jelas, aku melihat sosok bayangan hitam berdiri di depan pintu rumahku. Aku tersudut di ruangan. Aku takut sekali. Itu bayangan apa? Apakah itu benar-benar bayangan kematian?
Dulu waktu di rumah sakit aku seolah siap Tuhan mencabut nyawaku, tapi kini, sungguh aku takut. Bayangan hitam itu terus menghantui dan berbagai macam ketakutan terus menyertai pula. Selama beberapa aku terus dalam ketakutan akan bayangan itu. Suara-suara aneh juga aku dengar, bahkan aku sering mendengar suara burung hantu. Kata orang itu tanda akan adanya kematian. Apakah benar-benar aku yang akan mengalami kematian itu??
Tiba-tiba sakit pada perut bagian kiriku terasa sangat menyiksa, lebih menyiksa dari dulu. Aku mulai mngerang lagi. Sakit Ya Allah …. Sungguh sakit …. Aku menggingit selimutku, terasa sakit. Ibu tidak segera datang ke kamarku dan aku terus mengerang kesakitan. Sungguh aku tersiksa. Ya Allah jangan siksa aku seperti ini, sungguh aku tidak kuat!
Tiba-tiba tetanggaku berdatangan, dan tiba–tiba saja kamarku dipenuhi oleh banyak orang, semua menangis dan aku terus mengerang. Mereka mencoba membantuku, namun sia-sia karena aku tetap kesakitan. Air mataku terus menetes, sakit… sungguh sakit … aku tidak sanggup.
Tubuhku terasa lemas, mataku sulit untuk dibuka, sungguh aku tak sanggup. Secara samar-samar aku melihat sosok ibnuku yang mendekati tubuhku dan terus menangis, memeluk tubuhku. Tapi pandanganku seolah-olah gelap, tak sanggup aku mmbuka kelopak mataku.
Entah apa yang terjadi dengan tubuku tiba-tiba terasa begitu ringan sekali, aku merasa ada makluk yang mnjemputku atau seseorang yang menungguku, entahlah aku sedikit lupa. Semua menjadi gelap, tubuhku terasa terangkat. Aku tak mampu melihat kedaaan disekitarku, aku hanya bisa mendengar semua mengangis, menangis memenuhi seluruh ruangan kamarku.
 “Nduk jangan pergi Nduk… jangan Nduk…” teriakan ibu terdengar di telingaku, namun aku tak mampu melakukan apapun.
Ibu terus menangis, sungguh aku tidak tega. Bahkan kakakku yang tidak pernah menangispun melihat keadaanku ia menjadi menangis. Semua tetanggaku juga menangis. Ya Allah ternyata banyak orang yang menyayangiku, mereka tidak menginginkan kpergianku. Ibu sangat kehilangan sekali jika aku benar-benar pergi. Ibu, aku sangat menyayangimu. Aku tak ingin meninggalkanmu. Tidak ingin!
Tiba-tiba rasa itu sakit itu menghilang, kelopak mata yang tak bisa aku buka sedkit demi sedikit mau terbuka. Aku menatap sekelilingku, semua menatapku takjub, mereka berucap syukur dan menghentikan tangisnya. Satu persatu memelukku terutama ibuku, ia terus disampingku dan terus memelukku. Aku melihat Bapak di pinggir pintu menatapku nanar dan lemas, aku rasa ia mencoba menahan tangisnya. Bapak adalah seseorang yang juga sangat menyayangiku, dia sangat kuat.
Bapak, ibu, kakak, adik… dan semua keluargaku sungguh aku tidak ingin meninggalkan kalian. Bersyukur sekali aku mempunyai keluarga seperti kalian. Sungguh aku sangat bersyukur. Aku tak ingin meninggalkan kalian, tak ingin! Ternyata masih banyak yang menyayangiku, Terima kasih Ya Allah.
***
Setelah kejadian yang sangat menegangkan itu aku di larikan ke rumah sakit lagi. Di rumah sakit aku opname lagi selama 1 bulan. Dokter tak lagi mengambil cairan di dalam tubuku tapi memeriksa perutku. Katanya perlu di operasi. Mendengat kata operasi saja aku begitu takut, aku selalu berdoa pada Tuhan semoga operasi itu tak pernah terjadi.
Ternyata benar! Atas doa semua orang yang menyayangiku, penyakitku berangsur pulih. Keluargaku tetap tidak mengatakan apa nama penyakitku tapi dari yang aku dengar aku mengidap penyakit paru-paru basah dan sakit pada perut yang sangat kronis, entah sakit apa itu.
Kini aku tak mempermasalahkan kebenaran akan nama penyakitku. Yang aku tahu, sekarang aku pulih dari penyakitku yang terus menyiksaku. Walau aku harus menjalani obat jalan selama setengah tahun namun secara berangsur penyakit itu pergi. Walau banyak memori ingatan yang aku lupa tapi aku tak pernah melupakan keluargaku yang telah berjuang untuk kesembuhanku, dan selalu menemaniku disaat aku dalam ketakutan akan bayang kematian.
Ya Allah, betapa kesehatan itu sangat berharga, berikanlah aku kesehatan dan sungguh aku sangat bersyukur atas karunia yang telah Kau berikan. Kau berikan aku usia yang lebih panjang dan memberikan aku kesempatan untuk menata hidupku dengan lebih baik. Terima kasih ya Allah.

By: Zahara Puttri
Malang, 16 Juni 2011
20: 25 WIB    

No comments :

Post a Comment

Efektif Membersihkan Wajah Dengan Dewpre Carrot Cica Water Calming Pad

Siapa di sini yang suka bepergian dengan dandanan cakep, pakai make up lengkap dan menggunakannya seharian? Namun, ketika pulang, males untu...